Mengecam Brutalitas Polisi Dalam Penanganan Unjuk Rasa Menolak Kenaikan BBM di Makassar
Yayasan Satu Keadilan menyampaikan rasa keprihatinan yang mendalam dan mengutuk keras brutalitas aparat Kepolisian (Brimob) di Makasar, Sulawesi Selatan terhadap mahasiswa yang sedang melakukan unjuk rasa menolak kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) dan jurnalis yang sedang meliput jalannya unjuk rasa (Kamis, 13 November 2014).
Dalam catatan kami setidaknya sudah tujuh jurnalis yang teridentifikasi mengalami kekerasan. Satu di antaranya, yakni Waldy dari Metro TV, mengalami luka robek dan pendarahan di bagian kepala kiri depan. Ia terpaksa harus dilarikan ke rumah sakit. Enam wartawan lainnya masing-masing Iqbal Lubis (Koran Tempo), dan Ikrar Assegaf (Celebes TV), Asep (Rakyat Sulsel), Zulkarnain “Aco” (TV One), Rifki (Celebes Online), serta Fadly (media online kampus) juga mengalami tindak kekerasan. Mereka dianiaya dengan cara ditendang, ditinju, dijambak. Tidak hanya itu, polisi juga merampas peralatan kerja jurnalis seperti kamera dan memory card.
Perlu kami sampaikan aksi brutalitas aparat Kepolisian sudah terus terjadi dan terus berulang terutama dalam penanganan unjuk rasa; unjuk rasa mahasiswa dan unjuk rasa petani dibeberapa darerah. Sikap dan perilaku yang brutal tidak sama sekali mencerminkan profesionalitas anggota Kepolisian dalam menjalankan kewenangannya sesuai dengan UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri dan serangkaian Peraturan Kapolri terkait.
Ketika aksi brutal terus menjadi pilihan dalam setiap penanganan unjuk rasa, justru kami bertanya-tanya apakah Polri memahami tugas dan kewenangannya yang sudah dituangkan dalam berbagai aturan internal kepolisian dan Peraturan Kapolri?
Justru dengan adanya perilaku dan sikap brutal menunjukkan kelemahan didalam institusi internal Polri dalam hal pembinaan personil Polri. Kemana Pimpinan Satuan Kewilayahan Polri (Kapolda dan Kapolresta) dan beberapa jajaran seperti Propam (profesi Pengamanan) atau Provos? yang selalu hadir dalam mengawal unjuk rasa.
Bahwa tindakan brutalitas Kepolisian melanggar berbagai ketentuan hukum dan HAM, sebagai berikut;
- Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahu 1945, khusunya pasal 28 E ayat (3) dan 28 F perihal hak warga Negara untuk berkumpul, berserikat dan menyampaikan pendapat;
- Undang-Undang No 39 tahun 1999 tentang HAM khususnya pada pasal 15 dan pasal 25;
- Undang-Undang No 2 tahun 2002 tentang Polri khususnya pada pasal 13 huruf c, pasal 19 ayat (1) dan (2);
- Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers;
- Kovenan Internasional Hak-hak sipil dan politik yang sudah diratifikasi ke dalam UU No 12 tahun 2005 khususnya pada pasal 13 huruf c, pasal 19 ayat (1) dan (2);
- Peraturan Pemerintah Indonesia No 2 tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri khususnya pada pasal 3, 4,5 dan 6;
- Peraturan Kapolri No 8 tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara RI;
- Peraturan Kapolri Nomor 14 tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara RI;
- Tidak memperhatikan Peraturan Kapolri Nomor 16 tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa; Perkap No 1 tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam tindakan Kepolisian;
- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
Bahwa berdasarkan hal tersebut, LBH Keadilan Bogor Raya mendorong Kapolri dan pihak terkait untuk melakukan langkah-langkah yang efektif untuk mencegah terjadinya brutalitas anggota Polri dalam penanganan unjuk rasa, sebagai berikut;
- Kapolri Harus Segera Mengambil tindakan hukum dengan segera memproses secara hukum (pidana dan admisnitrasi) atas anggota Polisi yang melakukan kekerasan, sebagaimana yang dilakukan oleh TNI-AU ketika ada pimpinannya melakukan kekerasan terhadap jurnalis juga diproses secara hukum;
- Kapolri harus mengevaluasi secara konstruktif dan komprehensif (pembinaan dan pemahaman tugas serta kewenangan Polri) kepada seluruh jajaran Polresta Makasar dan Kapolda Makasar sebagai akibat dari insiden kekerasan yang dilakukan aparat Kepolisian Makasar (Brimob) agar tidak terulang kembali dimasa depan;
- Kapolri harus memberikan surat keputusan yang ditujukan kepada Seluruh Satuan Kewilayahan Polri di seluruh Indonesia perihal semua anggota Polri berkewajiban menaati semua UU Polri,
- Peraturan Kapolri dan UU terkait dengan penanganan unjuk rasa serta UU Pers;
- Komisi III DPR RI harus segera mengevaluasi kinerja Polri dalam penanganna unjuk rasa;
- Komisi Kepolisian harus segera mengambil langkah preventif dengan memberikan masukan yang komprehensif kepada Kapolri secara khusus dalam penanganan unjuk rasa;
- Komnas HAM harus segera melakukan investigasi atas insiden kekerasan oleh Polri di Makasar dalam menangani unjuk rasa mahasiswa dengan melakukan kekerasan terhadap jurnalis,
- Komnas HAM juga harus melakukan penyelidikan pro-justisia (penyelidikan untuk kepentingan proses hukum) dengan menggunakan UU No 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM karena kekerasan oleh Polri sudah sering terjadi.
Demikian pernyataan sikap ini disampaikan.
Bogor, 15 November 2014
Yayasan Satu Keadilan
Syamsul Alam Agus
Sekretaris