YSK-BEBASKAN SUDARTO TOTO

Surat Terbuka YSK: Segera Bebaskan Sudarto Toto

Segera Bebaskan Sudarto Toto
Jamin dan Lindungi Hak Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Republik Indonesia

Kepada Yang Terhormat,
Bapak Kapolda Sumatera Barat
Irjen Pol. Drs Toni Harmanto
Di Tempat,

Awal tahun 2020 telah dicemari oleh perilaku sewenang-wenang aparat Kepolisian Sumatera Barat dengan melakukan penangkapan dan penetapan sebagai tersangka terhadap Sudarto Toto, seorang aktivis yang memperjuangkan hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan di Sumatera Barat. Tindakan kriminalisasi ini dengan terang benderang menunjukkan arogansi kepolisian dalam menggunakan kewenangan untuk membukam suara-suara kritis dan pembelaan terhadap kelompok agama dan keyakinan yang rentan didiskriminasi.

Sudarto Toto, Direktur Pusat Studi Antar Komunitas (PUSAKA) Sumatera Barat, ditangkap pada tanggal 7 Januari 2020 di Kantor PUSAKA dikarenakan diduga sebagai penyebar informasi yang menimbulkan kebencian di media sosial. Penangkapan terhadap Sudarto dilakukan berdasarkan Laporan Polisi No: LP/77/K/XII/2019Polsek pada tanggal 29 Desember 2019 atas nama Harry Permana. Sudarto pun disangkakan dengan Pasal 45A ayat (2) jo Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan atau Pasal 14 ayat (1) dan (2) dan pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Sebelum ditangkap, Sudarto sempat menerima telpon dari seseorang yang tidak diketahui dan mengajak Sudarto untuk bertemu di kantor PUSAKA. Setelah ditunggu di kantor PUSAKA, 8 (delapan) aparat kepolisian Polda Sumatera Barat mendatangi kantor PUSAKA dan langsung menangkap Sudarto dengan memperlihatkan Surat Perintah Penangkapan, SP.Kap/4/I/RES2.5/2020/Ditreskrimsus. Dalam proses penangkapan tersebut, polisi sempat akan menyita unit komputer yang ada di kantor PUSAKA, namun ditolak oleh Sudarto karena tidak ada perintah dari pengadilan.

Peristiwa ini dilatarbelakangi oleh adanya pelarangan perayaan ibadah Natal di Nagari Sikabau atas balasan surat pemberitahuan dari Pemerintahan Nagari Sikabau, Kec. Pulau Punjung, Kab. Dharmasraya. Surat tersebut berisi bahwa pemerintahan Nagari merasa keberatan atau tidak memberikan izin pelaksanaan kegiatan ibadah Natal dan Tahun Baru 2020 yang bersifat terbuka dan berskala jemaat yang banyak. Perayaan tersebut disarankan untuk dilaksanakan di luar wilayah hukum pemerintahan Nagari dan adat istiadat wilayah Sikabau. Dalam surat tersebut juga disebutkan agar ibadah Natal dilaksanakan secara individual di rumah masing-masing bilamana umat Kristiani di Nagari Sikabau ingin melaksanakan ibadah Natal.

Atas peristiwa tersebut, kami menilai bahwa Polda Sumatera Barat telah melakukan tindakan yang sewenang-wenang (abuse of power), dan melanggar hak konstitusi warga Negara.

Pertama, penangkapan dan penetapan tersangka terhadap Sudarto adalah tindakan unprosedural, melanggar ketentuan dalam Peraturan Kapolri Nomor 14 tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana yang mana menegaskan bahwa sebelum penangkapan, seharusnya dilakukan upaya pemanggilan terlebih dahulu. Upaya pemanggilan ini dilakukan secara tertulis dengan menerbitkan Surat Panggilan atas dasar Laporan Polisi, laporan hasil penyelidikan dan pengembangan hasil pemeriksaan yang tertuang dalam berita acara.

Kedua, tindakan penangkapan dan penetapan sebagai tersangka terhadap Sudarto serta pengabaian pihak kepolisian atas peristiwa yang melatarbelakanginya telah melanggar prinsip-prinsip hak asasi manusia, jaminan dan perlindungan hak setiap warga Negara dalam menyampaikan pendapat (kebebasan bereskpresi) dan dalam melaksanakan ibadah sesuai dengan agama dan keyakinan yang dianut (kebebasan beragama dan berkeyakinan). Sebagaimana diatur dalam Pasal 28E ayat 3 bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat; dan Pasal 19 Konvensi Internasional Hak Sipil dan Politik (ICCPR) yang telah diratifikasi oleh Indonesia, dimana adanya perlindungan kepada setiap orang berhak atas kebebasan menyatakan pendapat termasuk kebebasan untuk mencari, menerima dan memberikan informasi dan pemikiran apapun, terlepas dari pembatasan-pembatasan secara lisan, tertulis atau dalam bentuk cetakan, karya seni atau melalui media lain sesuai dengan pilihannya. Selain itu pihak kepolisian Sumatera Barat juga telah mengabaikan perintah kewajibannya dalam NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA.

Disamping itu, Hak atas kebebasan beragama dan berkeyakin secara jelas dijamin dan dilindungi oleh konstitusi melalui Pasal 28E ayat 1 dan 2, Pasal 29 Ayat 2 UUD Negara Republik Indonesia 1945, Undang-Undang No. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang No. 12/2005 tentang Pengesahan Konvensi Internasional Hak Sipil dan Politik, serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM), yang mana hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan adalah hak yang tidak dapat dibatasi dalam keadaan apapun.

Ketiga, Tindakan Polda Sumbar atas penangkapan dan penetapan sebagai tersangka terhadap Sudarto tidak mencerminkan komitmen Pemerintahan Presiden Joko Widodo untuk memajukan teleransi dan jaminan atas kebebasan beragama dan berkeyakinan. Pernyataan jaminan dan perlindungan tersebut kembali disampaikan oleh Presiden Joko Widodo saat menghadiri perayaan Natal Nasional 2019 di Sentul Internasional Convention Center (SICC), (27/12/2019):

“Saya tegaskan bahwa di negeri Pancasila, negara menjamin kebebasan beragama dan beribadah menurut agamanya masing-masing. Saya tegaskan di sini sekali lagi, negara menjamin kebebasan beragama dan beribadah menurut agamanya masing-masing.”[1]

Oleh karena itu, kami mendesak agar:

  1. Kapolda Sumatera Barat segera membebaskan Sudarto Toto dari semua tuduhan. Keputusan ini harus disertai dengan dikeluarkannya SP3 terhadap kasus yang dituduhkan terhadap Sudarto Toto;
  2. Kapolda Sumatera Barat harus bersikap dan bertindak objektif serta mengedepankan perlindungan dan jaminan hak asasi manusia dalam menangani kasus tersebut;
  3. Kapolda Sumatera Barat harus segera mengambil tindakan dalam perlindungan dan jaminan serta penegakan hukum atas pelarangan ibadah di Nagari Sikabau dan di wilayah lain yang masih dalam wilayah hukum Polda Sumatera Barat;
  4. Mendesak Kapolri Jenderal (Pol) Idham Azis untuk mengambil langkah korektif dengan melakukan pemeriksaan menyeluruh kepada Kapolda Sumatera Barat serta aparat kepolisian lainnya yang terkait dengan penangkapan sewenang-wenang kepada pembela hak asasi manusia, Sudarto Toto (Direktur PUSAKA);
  5. Untuk menjamin usaha pembelaan hak asasi manusia di Indonesia, kami mendesak kepada Presiden Joko Widodo untuk mengeluarkan peraturan terkait dengan pengakuan dan perlindungan kepada pembela hak asasi manusia.

Bogor, 8 Januari 2020

Hormat Kami,

Yayasan Satu Keadilan

Syamsul Alam Agus, S.H.
Sekretaris

Tembusan Kepada Yth.

  1. Kepolisian Republik Indonesia
  2. Komisi Kepolisian Nasional
  3. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
  4. Ombudsman Republik Indonesia

[1] news.detik.com, Di Depan Umat Kristiani, Jokowi: Negara Jamin Kebebasan Beragama, https://news.detik.com/berita/d-4838099/di-depan-umat-kristiani-jokowi-negara-jamin-kebebasan-beragama diakses pada 8 Januari 2020

Urun Rembug Desa: Menuju Desa yang Damai, Inklusi dan Partisipatif

,

Jakarta, 26 Agustus 2019 – Uni Eropa bekerja sama dengan Search for Common Ground, IDEA dan Forum CSO, dan didukung oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia mempersembahkan acara Urun Rembug Desa, pada hari Senin tanggal 26 Agustus 2019 di Jakarta. Dengan mengusung tema “Menuju Desa yang Damai, Inklusif dan Partisipatif”, Urun Rembug Desa adalah pertemuan untuk berbagai praktik-praktik yang baik dari Program Perencanaan dan Penganggaran Desa yang Sensitif Gender yang dilaksanakan di Kabupaten Tabanan (Bali) dan Kabupaten Bogor (Jawa Barat). Acara ini juga dihadiri oleh perwakilan pemerintah, lembaga swadaya masyarakat dan penyelenggara komunitas dari berbagai daerah di Indonesia dalam rangka berbagi pengalaman dalam mengadvokasi pembangunan desa yang inklusif.

Selama beberapa tahun ini, Uni Eropa dan Indonesia telah dengan sukses bekerja sama untuk mendorong pembangunan ekonomi yang inklusif, mendukung masyarakat sipil, memajukan sistem pemerintahan yang baik, perlindungan lingkungan hidup, penanganan dampak perubahan iklim, mendorong pendidikan dasar, dan pencegahan penyakit. Salah satu elemen penting dalam kerja sama bilateral ini adalah kerjasama dengan masyarakat sipil dalam pemajuan hak asasi manusia, demokrasi, kesetaraan gender, pembangunan ekonomi, dan isu-isu pembangunan lainnya.

Salah satu inisiatif yang dilakukan oleh Uni Eropa adalah program Perencanaan dan Penganggaran Desa yang Sensitif Gender, yang merupakan sebuah program yang mendukung pembangunan yang inklusif di Indonesia dan pelaksanaan Undang-Undang No. 6 tahun 2014 tentang Desa.

Dalam pidatonya, Bapak Charles-Michel Geurts, Kuasa Usaha Delegasi Uni Eropa di Indonesia menekankan pentingnya kerjasama pemerintah dan masyarakat sipil untuk memastikan bahwa dana desa dapat menjangkau seluruh penduduk di desa dan agar dana desa diutamakan untuk memberikan pelayanan maksimal – memastikan bahwa tidak ada seorang pun yang ditinggalkan, yang juga merupakan janji utama dari Agenda 2030 Pembangunan Berkelanjutan.

Melalui kerjasama dengan Search for Common Ground, Forum CSO dan IDEA, program Uni Eropa ini telah menciptakan 54 Penyelenggara Komunitas (COs) dari 18 desa di Kabupaten Bogor dan Kabupaten Tabanan. Forum CSO terdiri dari 9 lembaga swadaya masyarakat yang telah melaksanakan program ini dan mendorong masyarakat untuk terlibat secara konstruktif dalam proses penganggaran yang responsif gender.

“Dari aspek hukum dan formal, partisipasi adalah bagian dari proses pembangunan suatu negara, walaupun pelaksanaannya masih jauh dari harapan. Oleh karena itu, partisipasi masyarakat menjadi sangat penting untuk menjamin bahwa pembangunan dapat mencapai hasil yang setara dan berkelanjutan, dan berkontribusi pada perubahan sosial dan memberdayakan masyarakat. Melalui dukungan dari Uni Eropa terhadap beberapa lembaga masyarakat sipil di Bogor dan Bali, tingkat partisipasi masyarakat terus membaik dalam perencanaan dan pembangunan di tingkat desa. Keterlibatan semacam ini juga mengurangi praktik-praktik diskriminasi yang dipercaya sebagai hal yang penting dalam pembentukan karakter desa dan masyarakat yang inklusif,” sebagaimana dijelaskan oleh Syamsul Alam Agus, Sekretaris Yayasan Satu Keadilan yang merupakan anggota dari Forum CSO.

Kemudian, program yang berlangsung selama 3 tahun ini juga telah menjangkau masyarakat Indonesia yang ada di 300 desa melalui diseminasi informasi tentang hasil audit sosial dan hak-hak masyarakat melalui program radio, papan-papan pengumuman desa dan media komunikasi lainnya.

“Dana Desa telah membuka ruang bagi banyak desa untuk merespon dan mencegah terjadinya konflik di tingkat desa, termasuk konflik yang disebabkan oleh ketidak transparan pemerintah dan ketidakadilan sosial. Tujuan dari program Perencanaan dan Penganggaran Desa yang Sensitif Gender yang didukung oleh Uni Eropa adalah untuk membentuk desa yang damai, inklusif dan partisipatif, yang membuat program ini sangat relevan dalam mendukung pelaksanaan UU Desa dan Dana Desa,” demikian disebutkan oleh Direktur Penanganan Daerah Pasca Konflik Kementrian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Bapak Hasrul Edyar.

Temuan-temuan penting dari pelaksanaan program ini telah disebarluaskan melalui radio yang mendiskusikan tentang hal-hal seperti Pelaksanaan Dana Desa untuk Pencegahan Konflik; Kepemimpinan Perempuan dalam Pembangunan Desa: praktik-praktik baik dari berbagai desa; dan Transparansi Anggaran: Upaya untuk Mencegah Konflik Kekerasan.

Urun Rembug Desa juga melaksanakan pertunjukan-pertunjukan dan pameran yang diselenggarakan oleh Forum CSO dan Campaign ID. Bentuk dukungan penuh Campaign terhadap pemberdayaan desa tidak hanya dilakukan melalui kerja sama dalam mewujudkan Urun Rembug Desa. Sebagai langkah nyata lainnya, Campaign juga memfasilitasi masyarakat untuk memberikan dukungan melalui aplikasi Campaign. Dalam aplikasi tersebut, tersedia sembilan tantangan dalam beragam isu, seperti lingkungan, pemberdayaan perempuan, kesehatan, ekonomi, dan komunikasi. Jumlah aksi masyarakat di tantangan tersebut kemudian akan ditukar menjadi dana untuk pembangunan dan pemberdayaan desa binaan setiap CSO. Video yang menggambarkan tentang kegiatan-kegiatan inovatif yang didukung oleh program Perencanaan dan Penganggaran Desa yang Sensitif Gender juga dipertontonkan kepada para peserta.

——

Tentang Uni Eropa

Uni Eropa adalah kesatuan ekonomi dan politik yang unik antara 28 Negara Anggota. Bersama-sama, mereka telah membangun zona yang stabil, berlandaskan demokrasi dan pembangunan berkelanjutan sambil mempertahankan keanekaragaman budaya, toleransi dan kebebasan individu. Pada tahun 2012, Uni Eropa dianugerahi Penghargaan Nobel Perdamaian karena upayanya dalam menjunjung perdamaian, rekonsiliasi, demokrasi dan hak asasi manusia di Eropa. Uni Eropa adalah blok perdagangan terbesar di dunia; dan merupakan sumber dan tujuan investasi langsung asing terbesar di dunia. Secara kolektif, Uni Eropa dan Negara-negara Anggotanya adalah donor terbesar untuk Bantuan Pengembangan Resmi (ODA) dengan menyediakan lebih dari setengah ODA secara global.

Tentang Forum CSO

Forum CSO terdiri dari 9 lembaga swadaya masyarakat yang melaksanakan program Perencanaan dan Penganggaran Desa yang Sensitif Gender, suatu program yang didanai oleh Uni Eropa. Program Perencanaan dan Penganggaran Desa yang Sensitif Gender bertujuan untuk meningkatkan kapasitas penyelenggara komunitas (COs) di Bogor (Jawa Barat) dan Tabanan (Bali) dalam proses penganggaran publik agar menjadi sensitif gender dan sensitif terhadap kaum minoritas. Program ini juga bertujuan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat, termasuk perempuan dan minoritas dan pemimpin-pemimpin desa untuk terlibat secara konstruktif dalam proses penganggaran publik yang sensitif gender dan sensitif terhadap minoritas.

Implementasi dari program ini telah membawa bersama lembaga masyarakat sipil, pemerintah daerah, dan masyarakat desa di 18 desa dan menjangkau lebih dari seribu penerima manfaat.

——

Anggota Forum CSO:

Bali:
FITRA Jawa Timur
Jaringan Radio Komunitas Indonesia
Kunti Bhakti

Bogor:
Aliansi Bhinneka Tunggal Ika
Jaringan Radio Komunitas Jawa Barat
Metamorfosis
PEKA Indonesia
Relawan Kesehatan Masyarakat
Yayasan Satu Keadilan

——

Untuk informasi lebih lanjut silahkan hubungi:

Perwakilan Forum CSO:
Syamsul Alam Agus – Yayasan Satu Keadilan
Telepon: +08118889083
Email: duael@satukeadilan.org

Direktur PT. Wepro Citra Sentosa Dipolisikan

— Siaran Pers LBH Keadilan Bogor Raya

 

Lampiran-Foto---Sengketa-Konsumen---Agustus-2019

Korban dan staf LBH Keadilan Bogor Raya berfoto bersama setelah selesai melaporkan Direktur Wepro Citra Sentosa di Kepolisian Polda Metro Jaya

Konsumen perumahan Amanah Residence melaporkan Direktur Wepro Citra Sentosa di Kepolisian Daerah Metro Jaya atas dugaan penggelapan dan/atau penipuan sebagaimana diatur dalam Pasal 372 dan Pasal 378 KUHP. Laporan Polisi tercatat dengan No. LP/5032/VIII/2019/Dit. Reskrimum tertanggal 15 Agustus 2019.

Penasihat Hukum pelapor dari LBH Keadilan Bogor Raya, Safitra, S.H., mengungkapkan bahwa laporan polisi dilakukan karena adanya indikasi terlapor tidak memiliki itikad baik untuk mengembalikan uang pelapor dan beberapa konsumen perumahan yang dijanjikan, ternyata fiktif.

“Laporan polisi ini dibuat karena kami menduga adanya dugaan penggelapan dan/atau penipuan, dimana PT. Wepro Citra Sentosa selaku pengembang perumahan menjanjikan akan membangun perumahan Amanah Residence di wilayah Serang, Tangerang Selatan”, kata Safitra.

“Setelah klien kami membayar booking fee pada tanggal 30 November 2017, dan sudah membayar down payment. Namun sampai sekarang, perumahan itu ternyata tidak ada alias fiktif. Kami berharap Polda Metro Jaya segera menindaklanjuti laporan Polisi ini yang telah merugikan klien kami dan ribuan konsumen’’,  lanjut Safitra.

Safitra mengungkapkan, bahwa upaya diluar jalur hukum sudah ditempuh, namun tidak ada solusi. “Kami sudah menyampaikan somasi, namun tidak ada respon. Sidang di Badan Perlindungan Konsumen pun, tidak pernah dihadiri. Bahkan terakhir kami dengar, kantor PT. Wepro Citra Sentosa ditutup sehingga menyulitkan konsumen untuk menuntut pengembalian dana mereka”, ujar pengacara dari LBH KBR tersebut.

Sebelumnya, Meriam dan beberapa temannya memesan perumahan di komplek Amanah Residence kepada PT. Wepro Citra Sentosa pada tahun 2017. Selain pelapor, ribuan konsumen telah melakukan pembayaran booking fee dan down payment. Namun hingga saat ini, perumahan tersebut tidak pernah dibangun. Hingga akhirnya mereka meminta bantuan hukum dari Yayasan Satu Keadilan.

 

Bogor, 18 Agustus 2019

 

LBH Keadilan Bogor Raya

 

Safitra, S.H.
Pengacara Bantuan Hukum LBH KBR

Narahubung: Safitra (081247978714)

Gugatan Warga Teplan: Korem Surya Kencana dan Para Tergugat Absen!

Siaran Pers LBH Keadilan Bogor Raya

Aksi pembentangan spanduk oleh warga Teplan sebelum sidang dimulai. (doc: Yayasan Satu Keadilan)

LBH Keadilan Bogor Raya (LBH KBR) menyayangkan tindakan personil TNI dibawah perintah Korem 061 Surya Kencana yang tidak menghadiri sidang pertama gugatan Perbuatan Melawan Hukum terhadap warga Kedung Badak (Teplan) Bogor. Akibat itikad tidak menghormati dan patuh hukum tersebut, sidang dengan tahap pemeriksaan berkas yang seharusnya dilaksanakan pada tanggal 28 Mei 2019 terpaksa ditunda oleh Majelis Hakim hingga 9 Juli 2019. Penundaaan ini pun berdampak terhadap semakin lamanya keadilan didapatkan oleh Warga Teplan, yang mana mereka dipaksa harus menunggu atas kejelasan status atas tanah dan rumah mereka.

Gugatan Perbuatan Melawan Hukum dengan nomor register perkara 77/Pdt.G/2019/PN Bogor ini dilakukan oleh warga Teplan dengan didampingi oleh LBH KBR atas tindakan pengosongan paksa rumah mereka secara paksa, tanpa melalui putusan pengadilan, pada tanggal 18 Juli 2018, oleh personil TNI dibawah perintah Korem 061 Surya Kencana. Dalam peristiwa pengosongan paksa tersebut, sejumlah warga Teplan mengalami tindak kekerasan oleh personil TNI. Atas tindakan tersebut, Presiden Republik Indonesia dan Korem 061 Surya Kencana, melakukan perbuatan melawan hukum sebagaimana di dalam Pasal 1365 jo. Pasal 1366 KUH Perdata.

Merujuk pada hal tersebut, LBH KBR yang memiliki kepedulian terhadap penegakan hukum dan perlindungan hukum bagi masyarakat, menyatakan sikap:

  1. Mendesak Presiden Republik Indonesia, sekaligus sebagai Panglima Tertinggi TNI, untuk memberikan perlindungan hukum kepada warga Teplan tanpa terkecuali dalam menempati rumah dan tanahnya secara sah dan memastikan tidak terjadinya diskriminasi dan kekerasan dalam bentuk apapun oleh pihak manapun;
  2. Mendesak Panglima TNI agar menindak tegas bawahannya, dalam hal ini Korem 061 Surya Kencana, atas tindak pelanggaran hukum dan tindak kekerasan terhadap Warga Teplan;
  3. Meminta Korem 061 Surya Kencana sebagai pihak tergugat agar menghormati dan patuh terhadap hukum dengan menghadiri sidang gugatan Perbuatan Melawan Hukum terhadap Warga Teplan sesuai dengan jadwal sidang yang telah ditetapkan tanpa menunda-nunda proses persidangan;
  4. Meminta Presiden Jokowi dan Panglima TNI saat ini perlu untuk terus menjaga dan meyakinkan bahwa TNI akan terus mampu menjadi tentara yang professional. Keinginan agar tentara kuat bersama rakyat, selain perlu dilakukan melalui penguatan rakyat, juga perlu dilakukan penguatan TNI secara tugas pokok dan fungsinya;
  5. Mendorong Majelis Hakim PN Bogor pemeriksa perkara, agar memeriksa dan mengadili perkara secara adil, jujur dan tidak memihak dengan memperhatikan hak-hak warga Teplan sebagai korban.

Demikian siaran pers ini disampaikan, Terima kasih.

Bogor, 28 Mei 2019

Sugeng Teguh Santoso, S.H
Tim Kuasa Hukum Warga Teplan Bogor

Untuk informasi lebih lanjut, sila hubungi:
Sugeng Teguh Santoso: 0822-2134-4458

Rilis dan Daftar Gugatan_Antajaya_15May2019

LBH KBR: Buntut Pengosongan Paksa, Warga Kedung Badak Gugat Presiden Joko Widodo, Panglima TNI, Pangdam Siliwangi dan Danrem Suryakencana Rp 1 Triliun

,

Rilis dan Daftar Gugatan_Antajaya_15May2019

Bogor – Ramli (60 Tahun), warga Kedung Badak, mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Kota Bogor terkait Perbuatan Melawan Hukum oleh Penguasa. Ramli menggugat Presiden Joko Widodo, Panglima TNI, Pangdam Siliwangi, Danrem Suryakencana dan BPN Kota Bogor. Buntut persoalan tersebut terjadi karena pengosongan paksa yang dilakukan oleh Korem Suryakencana terhadap tempat tinggal Ramli pada tanggal 26 Juli 2018.

Ramli melalui kuasa hukumnya dari LBH Keadilan Bogor Raya (LBH KBR) mengatakan gugatan perdata yang mereka ajukan mengenai perbuatan melawan hukum oleh penguasa, dengan nilai gugatan sebesar 1 Triliun.“Kami mengajukan gugatan materiil dan immateriil. Di mana gugatan materiilnya sebesar Rp 9 juta dan immateriilnya Rp 1 triliun,” kata Sugeng Teguh Santoso, Pembela Umum LBH-KBR di PN Kota Bogor, Rabu (15/5/2019).

Nilai gugatan sebesar 1 Triliun tersebut diajukan sebagai simbolis rasa kekecewaan yang berat dan dalam perlakuan merendahkan kemanusiaan oleh TNI dan Pemerintah yang alih-alih menghormati jasa-jasa orang tuanya, malah merampas hak-hak atas hidup dengan representasi perlakuan kekerasan dan arogan aparat Korem Suryakencana saat pengosongan atas tempat tinggalnya, yang sudah ditempati lebih dari 51 tahun.

Selain itu status tanah yang ditempati Ramli adalah tanah negara bekas Eigendom Verponding Nomor 76, yang berdasarkan Undang-undang Pokok Agraria Nomor 5 tahun 1960 (UUPA) berhak digarap terus menerus oleh warga yang kemudian berasaskan prinsip keutamaan dalam UUPA berhak mendapatkan hak atas tanah. Warga menempati tanah dan membayar pajak, untuk itu TNI tidak memiliki hak atas tanah tersebut.

Sugeng mengatakan ada lima pihak yang mereka gugat, yaitu Presiden Joko Widodo sebagai tergugat satu, Panglima TNI sebagai tergugat dua, Pangdam Siliwangi sebagai tergugat tiga, Danrem Suryakencana sebagai tergugat empat dan BPN Kota Bogor sebagai turut tergugat.“Para Tergugat selama ini mengabaikan hak-hak atas hidup warga, yang mengakibatkan warga dipaksa meninggalkan tempat tinggalnya. Terlebih hal tersebut dilakukan tanpa adanya putusan pengadilan dan juga Korem Suryakencana tidak mampu menunjukkan bukti kepemilikan atas tanah” urai STS.Dalam provisi gugatannya LBH KBR juga meminta agar Korem Suryakencana tidak melakukan perbuatan yang menimbulkan tekanan psikologis kepada warga lainnya seperti mengirim surat yang bernada ancaman, terror dan intimidasi terhadap warga Kedung Badak yang lain selaku pemilik bangunan dan tanah.

Bogor, 15 Mei 2019

Sugeng Teguh Santoso, S.H.
Pembela Umum LBH Keadilan Bogor Raya

Untuk informasi lebih lanjut, sila hubungi :
Sugeng Teguh Santoso, S.H. : 0822-2134-4458
Evan Sukrianto,S.H.: 0813-1007-2814

Hakim Memutus Bebas Pelaku Perkosaan Anak: Berikan Keadilan untuk Kakak Beradik( J&J)!

Dua orang kakak beradik Joni (14 tahun ) dan Jeni (7 tahun) bukan nama sebenarnya, menjadi korban Perkosaan anak yang dilakukan oleh HI ( 41 tahun) yang merupakan tetangganya. Kasus kekerasan seksual yang dialami oleh kakak beradik ini sudah berlangsung cukup lama dan terjadi berulang kali semenjak korban Joni berumur 12 tahun dan Jeni berumur 4 tahun. Orangtua korban telah melaporkan kasus ini ke kepolisian dan Pelaku menjalani Persidangan di PN Cibinong.

release Teplan - 29019.02 - Yayasan Satu Keadilan

Warga Teplan Laporkan Lurah Kedungbadak ke Ombudsman RI

,
release Teplan - 29019.01 - Yayasan Satu Keadilan

BOGOR – Sikap Lurah Kedungbadak Tanah Sareal Bogor yang menolak permohonan pengukuran tanah dari warga berujung pada pelaporan ke Ombudsman RI.

Ombudsman itu sendiri adalah lembaga negara di Indonesia yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan.

Warga dan kuasa hukumnya telah melakukan audiensi dengan Sutasmiatun, S.E, Lurah Kedungbadak Tanah Sareal Bogor pada Jumat (18/1/2019), warga menyampaikan agar mereka mendapatkan pelayanan publik terkait kelengkapan administrasi pertanahan yang merupakan hak warga. Pelayanan tersebut berkaitan dengan permohonan warga kepada BPN untuk melakukan pengukuran tanah, dimana untuk pengukuran tersebut membutuhkan tandatangan dari Lurah Kedungbadak.

Sebelumnya kami sudah melakukan pertemuan dengan pihak kelurahan namun mereka menolak untuk memberikan tandatangan. Maka dari itu kami meminta tanggapan tertulis dari kelurahan atas dasar penolakan tersebut.” Ujar Evan Sukrianto S.H. dari LBH KBR.

Hasil dari audiensi, Lurah menyampaikan akan memberikan jawaban secara tertulis setelah ada permohonan resmi. Namun hingga saat ini belum juga ada jawaban.

Atas sikap Lurah Kedungbadak yang menolak permohonan pengukuran tanah dari warga yang menyangkut pelayanan publik oleh penyelenggara negara/pemerintahan maka warga didampingi kuasa hukumnya dari LBH Keadilan Bogor Raya (LBH KBR) melapor ke Ombudsman RI pada hari Selasa (29/01/2019).

Kami berharap Ombudsman RI dapat mengambil langkah seadil-adilnya terhadap pengaduan kami, agar warga dapat melanjutkan perjuangannya.” Tutup Devyani Petricia Barus, S.H. dari LBH KBR.

Bogor, 29 Januari 2019
Lembaga Bantuan Hukum Keadilan Bogor Raya (LBH-KBR)

Devyani Petricia Barus, S.H.
Asisten Pembela Umum

Narahubung:
081310072814 (Evan Sukrianto)
081938487638 (Devyani Petricia Barus)

LBH KBR: Warga Keluhkan Pembongkaran Pagar Beton PT. Bhakti Bangun Harmoni di Sentul

Bogor – Pembongkaran pagar beton oleh PT. Bhakti Bangun Harmoni (PT. BBH) di daerah Sentul, Kampung CimanggurangRT. 003, RW. 002, Desa Cijayanti, Kecamatan Babakan Madang, telah mengakibatkan kerugian bagi warga yang tinggalnya berdekatan dengan area pembongkaran. Pasalnya akibat pembongkaran pagar sejak bulan November 2018 mengakibatkan rumah warga rusak dan pohon tumbang.

Warga mengatakan pihak perusahaan melakukan pembongkaran pagar beton dengan alat berat Excavator (Beko) dan terhadap pembongkaran tersebut pihak perusahaan tidak ada pemberitahuan ke warga. Pembongkaran tersebut juga mengakibatkan pohon tumbang, serta beberapa rumah warga yang jaraknya dekat kurang lebih 2 meter dengan lokasi pembongkaran terjadi pergeseran terhadap permukaan tanah dan timbul retakan pada dinding rumah.

Kondisi tersebut telah dilaporkan oleh warga ke RT dan RW setempat untuk dapat difasilitasi pertemuan dengan perusahaan, namun sampai sekarang belum ada tanggapan bahkan pihak perusahaan sendiri susah untuk ditemui.

Berdasarkan hal tersebut warga didampingi Lembaga Bantuan Hukum Keadilan Bogor Raya (LBH KBR) pada tanggal 22 Januari 2019, meminta Kelurahan Cijayanti untuk memfasilitasi mediasi antara warga dengan perusahaan. Namun dalam mediasi tersebut hanya dihadiri oleh warga tanpa dihadiri pihak perusahaan.

“Kami menyayangkan atas ketidakhadiran perusahaan dalam mediasi, seharusnya perusahaan dapat menyelesaikan permasalahan ini dengan baik-baik,” ujar Remigius Bertalus Manek, S.H., dari LBH KBR.

Selain itu dalam mediasi tersebut warga menjelaskan ganti kerugian yang diminta kepada perusahaan yakni sebesar Rp. 5.000.000 (lima juta rupiah).

“Seharusnya perusahaan dapat memenuhi ganti kerugian yang diminta warga atas dampak yang ditimbulkan, terlebih permintaannya tidak besar,” tambah Guntur Siliwangi, S.H., dari LBH KBR.

Bahwa LBH KBR memandang PT. BBH yang mempunyai profil perusahaan berskala internasional hanya mengutamakan keberhasilan tujuan proyeknya, namun di sisi lain PT. BBH mengabaikan hak-hak warga yang berada di sekitar lokasi proyek. Oleh sebab itu, LBH KBR meminta kepada pemerintah tidak absen dan tidak diam saat pelanggaran hak terjadi pada warganya.

Bogor, 27 Januari 2019

Lembaga Bantuan Hukum Keadilan Bogor Raya (LBH KBR)

Guntur Siliwangi, S.H.

Narahubung:
Guntur Siliwangi (082237074796)
Remigius Bertalus Manek (085335836337)

Pernyataan Pers Bersama: Sewenang-wenang Menerapkan Pasal Makar Dalam Penanganan KNPB Akan Menyuburkan Siklus Represi di Papua

Pada 8 Januari 2019 lalu, pihak kepolisian telah menetapkan (3) tiga anggota Komite Nasional Papua Barat (KNPB) sebagai tersangka kasus makar. Kasus ketiga anggota KNPB ini kini telah dilimpahkan ke Mapolda Papua guna diproses lebih lanjut oleh Ditreskrim Umum Polda Papua. Kasus ini bermula dari penyelenggaraan kegiatan perayaan ibadah syukuran hari HUT KNPB Timika yang jatuh pada 31 Desember 2018. Walaupun telah dilayangkan surat pemberitahuan kepada pihak kepolisian, namun ditolak oleh kepolisian dan berakhir dengan pembubaran, penggeledahan, perusakan dan penyitaan kantor sekretariat KNPB Timika.

Pihak kepolisian juga menangkap 6 (enam) orang yang berada di lokasi, dan keesokan harinya, 3 (tiga) orang diantaranya dibebaskan setelah menandatangani sebuah pernyataan. Sementara 3 (tiga) orang lainnya ditetapkan sebagai tersangka Makar dan kasusnya dilimpahkan kepada Polda Papua. Sementara, 5 (lima) orang lainnya masih akan dipanggil untuk diperiksa sebagai saksi atas dugaan makar. Proses penangkapan yang dilakukan oleh kepolisian juga diketahui disertai dengan tindakan penganiayaan.

Kami mengecam pembubaran, penggeledahan, penangkapan hingga penetepan sewenang-wenang tersangka Makar yang dilakukan oleh kepolisian. Pihak kepolisian tidak pernah menunjukkan surat tugas, surat perintah penangkapan maupun surat perintah penggeledahan dalam peristiwa tersebut. Selain melanggar hak-hak tersangka dalam KUHAP maupun prinsip-prinsip hak atas peradilan yang adil, hal ini juga telah mencederai kebebasan berekspresi dan berkumpul yang dijamin dalam konstitusi negara Indonesia. Hal ini juga telah mencederai kebebasan berekspresi dan berkumpul yang diatur dalam konstitusi negara Indonesia.

Selain itu, kami juga mengecam penggunaan pasal Makar kepada 3 (tiga) orang yang ditangkap dalam peristiwa tersebut. Sejak lama, pasal-pasal makar telah menjadi alat represi negara yang kerap kali digunakan untuk menekan kebebasan berpendapat serta menyuarakan perampasan hak kemerdekaannya. Bagi aktivis-aktivis Papua, pasal makar selalu digunakan untuk membungkam mereka. Pasal makar ini juga digunakan kepada mantan anggota Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) di beberapa wilayah Indonesia, aktivis-aktivis Aceh serta aktivis-aktivis di Maluku.

Walaupun pada 31 Januari 2018 lalu Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk menolak pengujian pasal-pasal makar di KUHP, namun MK juga menyadari pasal-pasal makar ini berpotensi digunakan secara serampangan atau disalahgunakan oleh penguasa. Untuk itu, MK juga menyatakan bahwa “penegak hukum harus hati-hati dalam menerapkan pasal-pasal yang berkenaan dengan kejahatan terhadap negara sehingga tidak menjadi alat untuk membungkam kebebasan menyampaikan pendapat dalam negara demokratis.”

Penggunaan pasal-pasal Makar dalam peristiwa ini kembali membuktikan bahwa hukum kerap menjadi alat untuk merepresi gerakan demokrasi bagi Papua. Meski tanpa adanya kekuatan untuk melakukan pemisahan wilayah Negara dari Republik Indonesia, perbuatan-perbuatan ekspresif warga Papua bisa dianggap akan memisahkan diri dari Indonesia, dan aktivitas mengungkapkan ekspresi yang dijamin UUD 1945 pun dilanggar dengan sewenang-wenang. Peristiwa kekerasan dan penerapan Pasal Makar ini membuat kondisi kebebasan ekspresi dan tuntutan atas pelanggaran-pelanggaran HAM yang terjadi di tanah Papua semakin buruk.

Berdasarkan peristiwa yang terjadi di Timika dan penetapan tersangka makar seperti yang dijelaskan di atas, maka kami menyatakan:

  1. Menuntut pihak Kepolisian untuk menghentikan proses pemeriksaan dan membebaskan ketiga orang yang dikenakan pasal makar. Ketiga orang tersebut antara lain: Yanto Awerkion, Sem Asso dan Edo Dogopia;
  2. Menuntut pihak Kepolisian untuk menghentikan penggunaan pasal makar kepada aktivis-aktivis di Papua dan wilayah lainnya di Indonesia karena mencederai kebebasan berekspresi dan berkumpul warga negara yang telah dilindungi dalam konstitusi Republik Indonesia;
  3. Menuntut pemerintah Indonesia untuk menghentikan pendekatan keamanan dalam menyelesaikan masalah yang terjadi di tanah Papua. Pendekatan keamanan yang selama ini digunakan oleh pemerintah Indonesia terbukti hanya memperpanjang siklus kekerasan di tanah Papua;
  4. Pada revisi RKUHP, demi menghindari penggunaan delik Makar, kami juga menuntut agar makna Makar dikembalikan sebagai Aanslag atau adanya serangan.

Jakarta – Manokwari, 17 Januari 2019

LP3BH Manokwari – ELSAM – LBH Jakarta – PUSAKA – Yayasan Satu Keadilan

Kontak:
Yan Christian Warinussy (LP3BH Manokwari) 081283937365
Andi Muttaqien (ELSAM) 08121996984
Arif Maulana (LBH Jakarta) 0817256167
Franky Samperante (PUSAKA) 081317286019
Syamsul Alam Agus (Yayasan Satu Keadilan) 08118889083

Penyerahan Hak Pak Soebarjo - LBH KBR - Yayasan Satu Keadilan

Soebarjo Pekerja Pendopo 45 Mendapatkan Haknya

,
Penyerahan Hak Pak Soebarjo - LBH KBR - Yayasan Satu Keadilan

Bogor – Penantian lebih dari setahun Soebarjo untuk mendapatkan keadilan atas pemenuhan hak-haknya pasca di PHK berakhir sudah. Pendopo 45 Hotel dan Resto diwakili kuasa hukumnya, Yuda Bimaputra, telah membayar kepada Soebarjo secara tunai dan sekaligus berupa uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, uang pergantian hak dan hak lainnya. Total, Soebarjo menerima uang sejumlah Rp. 63.296.920. Pemenuhan kewajiban tersebut dilakukan di kantor Lembaga Bantuan Hukum Keadilan Bogor Raya (LBH KBR), yang dihadiri oleh Soebarjo bersama kuasanya Guntur Siliwangi, S.H.

“Kami sudah menerima pemenuhan kewajiban dari Pendopo 45, setelah seminggu sudah putusan pengadilan dibacakan,” ujar Guntur.

Kewajiban pembayaran dilakukan Pendopo 45 berdasarkan putusan sidang perkara nomor 185/Pdt.Sus-PHI/2018/PN Bdg di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Bandung. Setelah kewajiban terpenuhi, Soebarjo dan Pendopo 45 sepakat mengakhiri dan tidak akan melanjutkan perselisihan hubungan industrial yang telah diputus oleh pengadilan pada tanggal 5 Desember 2018.

Menanggapi hal tersebut, Soebarjo merasa puas dengan nilai pesangon yang diterimanya pasca pemutusan hubungan kerja (PHK) di bulan Januari 2018. Karena sebelumnya dalam surat PHK ia tidak diberikan uang pesangon oleh Pendopo 45.

“Sudah seharusnya Perusahaan memberikan uang pesangon dengan nilai layak bagi pekerjanya yang di PHK sesuai masa kerjanya,” urai Guntur.

Soebarjo mengabdi di Pendopo 45 sudah 16 tahun lebih, selama bekerja di Pendopo 45, ia dipercaya untuk memimpin departemen satuan pengamanan (Satpam) dengan membawahi 5 orang anggota. Menurut pengakuannya ia melakukan pekerjaannya dengan baik dan tidak pernah memiliki masalah, namun pada tahun 2018 ia di PHK.

Sudah hampir setahun Soebarjo memperjuangkan agar haknya sebagai pekerja dipenuhi oleh Pendopo 45. Dengan berbagai upaya yang telah ia tempuh bersama LBH KBR, kini ia bersyukur atas perjuangannya yang telah membuahkan hasil.

“Apa yang Soebarjo alami, bisa terjadi kepada setiap pekerja dan Soebarjo membuktikan dirinya telah berhasil menerima haknya,” tutup Guntur.

Untuk informasi lebih lanjut, dapat menghubungi:

Lembaga Bantuan Hukum Keadilan Bogor Raya (LBH-KBR)
Guntur Siliwangi, S.H. (0822-3707-4796)
Pembela Umum