LBH KBR - Yayasan Satu Keadilan

LBH KBR : Posko Pengaduan atas Pelanggaran Hak THR Pekerja

Praktik pengabaian terhadap hak-hak perkerja/buruh oleh pengusaha, termasuk Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan selalu terjadi dari tahun ke tahun, khususnya perayaaan Hari Raya Idul Fitri. Ironisnya, negara c.q. pemerintah (daerah) jarang sekali proaktif dalam hal memastikan pekerja/buruh mendapatkan hak-haknya, sehingga tahun ini (2016), Lembaga Bantuan Hukum Keadilan Bogor Raya (LBH KBR), membuka Posko Pengaduan untuk memastikan pengusaha melaksanakan kewajibannya; negara melaksanan fungsinya; dan pekerja/buruh mendapatkan hak-haknya.

Secara normatif, THR Keagamaan didefenisikan sebagai pendapatan pekerja/buruh yang wajib dibayarkan oleh pengusaha kepada pekerja atau keluarganya menjelang Hari Raya Keagamaan. Merujuk pada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan (Permenaker 6/2016), ada beberapa point penting yang harus diperhatikan, terutama antara lain:

Pengusaha Yang Wajib memberikan THR Keagamaan

  1. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatau perusahaan milik sendiri;
  2. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;
  3. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia

Pekerjaa/Buruh Yang Berhak Atas THR Keagamaan, ialah

  1. Setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain, dengan kategori sebagai berikut:
  2. Pengusaha wajib memberikan THR kepada pekerja yang mempunyai hubungan kerja dengan pengusaha berdasarkan PKWTT (Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu) dan PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu), dengan ketentuan
    • Bagi pekerja/buruh yang mempunyai masa kerja 1 (satu) bulan secara terus-menerus tetapi kurang dari 12 (dua belas) bulan diberikan secara proposional sesuai masa kerja dengan perhitungan: masa kerja x 1 (satu) bulan upah.
    • Bagi pekerja/buruh yang mempunyai masa kerja secara terus-menerus atau lebih, dberikan 1 (satu) bulan upah, yang terdiri atas komponen:
  3. Upah tanpa tunjangan yang merupakan upah bersih (clean wages), atau
  4. Upah pokok termasuk tunjangan tetap.
  5. Bagi pekerja yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja harian lepas, upah 1 (satu) bulan dihitung sebagai berikut:
    • Pekerja/Buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 (dua belas) bulan atau lebih, upah 1 (satu) bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima dalam 12 (dua belas) bulan terakhir sebelum Hari Raya Keagamaan.
    • Pekerja/Buruh yang mempunyai masa kerja kurang dari 12 (dua belas) bulan, upah 1 (satu) bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima tiap bulan selama masa kerja.

Batas Pembayaran THR Keagamaan

Merujuk pada Permenaker 6/2016, maka Pembayaran THR Keagamaan oleh pengusaha kepada pekerja, dibayarkan 7 (tujuh) hari sebelum Hari Raya Keagamaan dalam bentuk uang, sehingga hitungan kami, tahun ini (2016) mengingat Hari Raya Idul Fitri bagi pekerja/buruh yang beragama Islam jatuh pada tanggal 6 Juni 2016, THR Keagamaan sudah harus dibayarkan pada tanggal 28 Juni 2016.

Sanksi Hukum Bagi Pengusaha Apabila Tidak Membayar THR Keagamaan Kepada Pekerja/Buruh

Apabila pengusaha tidak membayar THR Keagamaan 7 (tujuh) hari Hari Raya Keagamaan, maka akan dikenai denda 5 % (lima persen) dari total THR dengan tidak menghilangkan kewajiban pengusaha untuk membayar THR kepada pekerja. Dan apabila tidak tidak melakukan pembayaran THR Keagamaan, pengusaha dapat dikenai sanksi, berupa:

  1. teguran tertulis;
  2. pembatasan kegiatan usaha;
  3. penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi; dan
  4. pembekuan kegiatan usaha

Oleh karena hal-hak tersebut di atas, LBHKBR menyatakan sikap:

  1. Mendorong agar pengusaha, khususnya di Kota Bogor dan Kabupaten Bogor membayarkan THR Keagamaan kepada pekerja/buruh-nya sesuai aturan yang berlaku;
  2. Mendorong agar Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan Kota Bogor dan Kabupaten Bogor, pro aktif melakukan pengawasan dan memastikan pengusaha membayarkan THR Keagamaan kepada pekerja/buruh;
  3. Mendorong agar pekerja yang tidak mendapatkan hak, berupa THR Keagamaan 7 (tujuh) hari sebelum hari raya, melapor kepada Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan setempat, khususnya Kota Bogor dan Kabupaten Bogor;
  4. LBH KBR membuka Posko Pengaduan bagi pekerja/buruh yang tidak mendapatkan THR Keagamaan dari pengusaha di wilayah Kota Bogor dan Kabupaten Bogor. Apabila terjadi pelanggaran hak mendapatkan THR Keagamaan oleh Pengusaha, maka kami mempersilahkan untuk menyampaikan pengaduan: Kantor LBH KBR, Graha Keadilan, Jl. Parakan Salak No. 1, Desa Kemang, Kec. Kemang, Kab. Bogor, Jawa Barat. Cp: 085275371525, 081310325211

Demikian press release ini kami sampaikan, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

Bogor, 13 Juni 2016

LBH Keadilan Bogor Raya

Fatiatulo Lazira, S.H.
Direktur Eksekutif

Cp. 085275371525

Gema Demokrasi - Yayasan Satu Keadilan

GEMA DEMOKRASI: Pengusiran dan Intimidasi Jurnalis adalah Bukti Simposium yang Tidak Pancasilais dan Anti-Demokrasi

Acara simposium nasional yang bertajuk “Mengamankan Pancasila dari Ancaman Kebangkitan PKI dan Ideologi lain” di Balai Kartini, 1-2 Juni 2016 terbukti tidak Pancasilais dan demokratis serta tak lebih dari reuni para jenderal dan barisan khilafah pendukungnya. Inilah artikel yang ditulis wartawan Rappler Febriana Firdaus yang kemarin Kamis, 2 Juni 2016 diusir secara paksa saat bertugas.

Saat Febriana sedang mewawancarai perwakilan dari Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia yang berkeberatan karena logo mereka dicatut panitia simposium, salah seorang anggota yang menggunakan atribut FPI mendatanginya sambil menghardik “Kamu yang namanya Febriana ya? Tulisan kamu ngawur”. Lalu sejumlah orang yang berpakaian dengan tulisan Bela Negara menghampiri Febriana dan menunjuk-nunjuk ke arahnya seraya mengatakan “Anda itu sudah difoto dan sudah direkam. Kalau berita ini sampai keluar, anda bisa ditangkap”. Lalu FPI dan HMPI meminta Febriana dan wartawan untuk meninggalkan Balai Kartini. Meskipun pada akhirnya wartawan boleh masuk lagi kecuali Febriana.

Ada tiga hal yang perlu diperjelas lagi, yakni:

  1. Febriana bukan hanya diusir tetapi ia dilarang menulis berita. Artinya, FPI dan HMPI sebagai keamanan simposium tersebut melarang jurnalis melakukan kerja jurnalistiknya.
  2. Febriana diancam akan ditangkap bila memuat berita demo keberatan PMKRI atas pemakaian logo mereka tanpa izin. Ini adalah ancaman verbal yang membahayakan hidup seorang jurnalis.
  3. FPI menggunakan medsos untuk menyebarkan stigma dan labeling terhadap individu Febrina karena kekritisannya sebagai seorang jurnalis, tindakan ini membuktikan bahwa praktek-praktek labeling kerap dilakukan terhadap suara-suara kritis tak terkecuali terhadap Jurnalis, kehadiran Febrina dan berita-berita yang ditulisnya adalah atas penugasan kantor dan dalam menjalankan aktifitas jurnalistiknya.

Maka jelas bagi GEMA DEMOKRASI perilaku FPI dan HMPI sebagai keamanan simposium adalah tindakan tercela dan tidak taat hukum di dalam negara yang berdasar Pancasila. Pasal 28F UUD 1945 dan pasal 18 UU Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers menjamin kerja seorang jurnalis.

Penghalangan liputan, intimidasi, dan acaman kekerasan adalah kekerasan terhadap jurnalis yang masuk ke dalam pedoman Dewan Pers tentang penanganan kasus kekerasan terhadap wartawan. Lebih jauh lagi ini adalah tindakan menghina pandangan hidup Pancasila yang demokratis.

Maka seluruh elemen di dalam GEMA DEMOKRASI menuntut negara segera hadir dan mendesak:

  1. Menkopolhukam Luhut Binsar Panjaitan memenuhi janjinya untuk memberi perlindungan bagi warga negara dari kelompok pengusung kekerasan seperti FPI.
  2. Kapolri Badrodin Haiti untuk menggerakkan jajarannya melakukan penangkapan pada anggota FPI dan HMPI yang melanggar pasal 18 UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers yang berbunyi “Setiap orang yang melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi kebebasan pers dipidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah)”
  3. Dewan Pers segera bersikap pro aktif dengan berkoordinasi dengan pihak kepolisian dan melindungi wartawan dari segala ancaman dan intimidasi yang dapat membahayakan diri jurnalis tersebut.

Rapatkan barisan, rebut demokrasi!

Jakarta, 3 Juni 2016

GEMA DEMOKRASI adalah gerakan masyarakat yang lahir sebagai respon atas berbagai tindakan pemberangusan hak rakyat untuk berkumpul, berpendapat, dan berekspresi yang dilindungi oleh konstitusi, namun direpresi oleh kekuatan anti-demokrasi.

  1. Anggota GEMA DEMOKRASI terbuka bagi seluruh elemen rakyat demokratik, baik itu organisasi maupun individu. Saat ini, GEMA Demokrasi terdiri dari:
  2. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia
  3. Arus Pelangi
  4. Belok Kiri Festival
  5. Desantara
  6. Federasi SEDAR
  7. Federasi Mahasiswa Kerakyatan (FMK)
  8. Forum Solidaritas Yogya Damai (FYSD)
  9. Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA)
  10. Garda Papua
  11. Gereja Komunitas Anugrah (GKA) Salemba
  12. Gabungan Solidaritas Perjuangan Buruh (GSPB)
  13. Gusdurian
  14. Institute for Criminal Justice Reform (IJCR)
  15. Imparsial
  16. Indonesian Legal Roundtable (ILR)
  17. INFID
  18. Institut Titian Perdamaian (ITP)
  19. Integritas Sumatera Barat
  20. International People Tribunal (IPT) ‘65
  21. Jaringan Kerja Lembaga Pelayanan Kristen (JKLPK) Indonesia
  22. Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI)
  23. KPO PRP
  24. Komite Pembaruan Agraria (KPA)
  25. komunalstensil
  26. Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS)
  27. Komite Perlindungan Jurnalis dan Kebebasan Berekspresi (KPJKB) Makassar
  28. Komunitas Buruh Migran (KOBUMI) Hongkong
  29. Konfederasi Pergerakan Rakyat Indonesia (KPRI)
  30. Lembaga Studi dan Advokasi HAM (Elsam)
  31. Lembaga Studi Pers dan Pembangunan (LSPP)
  32. LBH Pers
  33. LBH Pers Ambon
  34. LBH Pers Padang
  35. LBH Jakarta
  36. LBH Bandung
  37. LBH Yogya
  38. LBH Semarang
  39. Papua Itu Kita
  40. Partai Pembebasan Rakyat (PPR)
  41. Partai Rakyat Pekerja (PRP)
  42. PEMBEBASAN
  43. Perempuan Mahardhika
  44. Perpustakaan Nemu Buku – Palu
  45. Pergerakan Indonesia
  46. Politik Rakyat
  47. Pusat Perjuangan Rakyat Indonesia (PPRI)
  48. PULIH Area Aceh
  49. PurpleCode Collective
  50. Remotivi
  51. Sanggar Bumi Tarung
  52. Satjipto Rahardjo Institut (SRI)
  53. Serikat Jurnalis Untuk Keragaman (SEJUK)
  54. Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI)
  55. Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFENET)
  56. Sentral Gerakan Mahasiswa Kerakyatan (SGMK)
  57. Sentral Gerakan Buruh Nasional (SGBN)
  58. Suara Bhinneka (Surbin) Medan
  59. Serikat Kebudayaan Masyarakat Indonesia (SeBUMI)
  60. Serikat Buruh Bumi Manusia-Nanbu (SEBUMI-NANBU)
  61. Solidaritas.net
  62. Taman Bacaan Kesiman
  63. Ultimus
  64. Yayasan Satu Keadilan
  65. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)
  66. Yayasan Manikaya Kauci
  67. Youth Proactive
    dan individu-individu yang peduli pada masa depan demokrasi Indonesia.

GEMA DEMOKRASI (Gerakan Masyarakat untuk Demokrasi).
Sekretariat Bersama: Jl. Diponegoro No. 74, Jakarta
E-mail: rebutdemokrasi@gmail.com gemademokrasi.net

LBH KBR Yayasan Satu Keadilan

LBH KBR: Gugat Pemberhentian Para Pekerja di DKP Kab. Bogor

Masih ingat kasus pemberhentian 7 (tujuh) orang pekerja pada Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kabupaten Bogor? 29 Januari 2016 lalu, 7 (tujuh) orang pekerja pada DKP diberhentikan tanpa alasan dan dasar yang jelas. Merujuk pada surat tanggapan Kepala DKP, kala itu, Drs. H. M. Subaweh, salah satu alasan pemberhentian ialah informasi Intelijen Polres Bogor, sehingga LBH KBR menilai bahwa pemberhentian tersebut merupakan Perbuatan Melawan Hukum, karena bertentangan dengan UU No. 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara, serta inkonstitusional karena abai terhadap perlindungan hak warga negara untuk mendapatkan perkerjaan yang layak dan perlakuan yang adil.

Melalui kuasa hukumnya di LBH KBR, Para Penggugat, yakni para pekerja yang telah diberhentikan tersebut, menggugat antara lain: H. M. SUBAWEH, DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN KABUPATEN BOGOR, BUPATI BOGOR, DAN KEPALA UNIT PELAYANAN TERPADU KEBERSIHAN DAN SANITASI I CIBINONG, serta menuntut melalui Majelis Hakim untuk membayar ganti rugi sebesar Rp. 1, 725, 985, 056 (Satu Milyar Tujuh Ratus Dua Puluh Lima Juta Sembilan Ratus Delapan Puluh Lima Ribu Lima Puluh Enam Rupiah).

Fatiatulo Lazira, S.H., salah satu Kuasa Hukum Para Penggugat, mengungkapkan bahwa gugatan ini, sekaligus untuk mengingatkan negara, dalam hal ini pemerintah daerah, agar tidak lupa menjalankan fungsi dalam memberikan perlindungan terhadap warganya.

Gugatan ini kami ajukan karena sudah beberapa cara kami tempuh untuk menyelesaikan secara musyawarah untuk mufakat, tapi tidak ada kesepakatan. Itu artinya, DKP tidak memiliki itikad baik. Para Pekerja (Para Penggugat) ini sudah menjadi korban dari praktik penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) oleh mantan Kepala DKP yang kini menjadi TERGUGAT I, H. M. SUBAWEH”, ujar Fati Lazira.

Semoga Majelis Hakim nantinya menerima, dan mengabulkan seluruh gugatan kami. Ini sekaligus momentum untuk mengingatkan akan fungsi negara dalam lingkup yang kecil, yakni Kabupaten Bogor, bahwa setiap warga negara berhak atas pekerjaan yang layak”, tambah Fati Lazira.

Demikian siaran pers ini kami sampaikan, terima kasih.

Bogor, 1 Juni 2016

LBH Keadilan Bogor Raya

LBH KBR - Yayasan Satu Keadilan

LBH KBR GUGAT PEMBERHENTIAN PARA PEKERJA DKP KAB. BOGOR

,

Masih ingat kasus pemberhentian 7 (tujuh) orang pekerja pada Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kabupaten Bogor? 29 Januari 2016 lalu, 7 (tujuh) orang pekerja pada DKP diberhentikan tanpa alasan dan dasar yang jelas. Merujuk pada surat tanggapan Kepala DKP, kala itu, Drs. H. M. Subaweh, salah satu alasan pemberhentian ialah informasi Intelijen Polres Bogor, sehingga LBH KBR menilai bahwa pemberhentian tersebut merupakan Perbuatan Melawan Hukum, karena bertentangan dengan UU No. 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara, serta inkonstitusional karena abai terhadap perlindungan hak warga negara untuk mendapatkan perkerjaan yang layak dan perlakuan yang adil.

Melalui kuasa hukumnya di LBH KBR, Para Penggugat, yakni para pekerja yang telah diberhentikan tersebut, menggugat antara lain: H. M. SUBAWEH, DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN KABUPATEN BOGOR, BUPATI BOGOR, DAN KEPALA UNIT PELAYANAN TERPADU KEBERSIHAN DAN SANITASI I CIBINONG, serta menuntut melalui Majelis Hakim untuk membayar ganti rugi sebesar Rp. 1, 725, 985, 056 (Satu Milyar Tujuh Ratus Dua Puluh Lima Juta Sembilan Ratus Delapan Puluh Lima Ribu Lima Puluh Enam Rupiah).

Fatiatulo Lazira, S.H., salah satu Kuasa Hukum Para Penggugat, mengungkapkan bahwa gugatan ini, sekaligus untuk mengingatkan negara, dalam hal ini pemerintah daerah, agar tidak lupa menjalankan fungsi dalam memberikan perlindungan terhadap warganya.

“Gugatan ini kami ajukan karena sudah beberapa cara kami tempuh untuk menyelesaikan secara musyawarah untuk mufakat, tapi tidak ada kesepakatan. Itu artinya, DKP tidak memiliki itikad baik. Para Pekerja (Para Penggugat) ini sudah menjadi korban dari praktik penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) oleh mantan Kepala DKP yang kini menjadi TERGUGAT I, H. M. SUBAWEH”, ujar Fati Lazira.

“Semoga Majelis Hakim nantinya menerima, dan mengabulkan seluruh gugatan kami. Ini sekaligus momentum untuk mengingatkan akan fungsi negara dalam lingkup yang kecil, yakni Kabupaten Bogor, bahwa setiap warga negara berhak atas pekerjaan yang layak”, tambah Fati Lazira.

Demikian siaran pers ini kami sampaikan, terima kasih.

Bogor, 1 Juni 2016

LBH Keadilan Bogor Raya

FATIATULO LAZIRA, S.H.
Direktur Eksekutif

Narahubung: Fati Lazira (085275371525) Winata (08567711328)

LBH KBR - Yayasan Satu Keadilan

LBH KBR: Walikota Bogor Segera Revitalisasi Pasar Blok F

,

Pembatalan beauty contest oleh Walikota Bogor karena alasan tidak ada calon mitra kerja yang memenuhi syarat, dapat dikategorikan sebagai bentuk penyalahgunaan wewenang dan atau perbuatan melawan hukum, sebab seharusnya, yang berwenang menyatakan bahwa dari semua calon mitra tidak ada yang memenuhi syarat ialah Direksi melalui Pansel, bukan Walikota.

Merujuk pada surat yang ditujukan kepada Walikota agar memilih dan menentukan pemenang beauty contest Revitalisasi Blok F Pasar Kebon Kembang oleh Ketua Pansel, tampak jelas bahwa Pansel telah memiliki hasil, tinggal menunggu persetujuan Walikota. Akan tetapi hasil tersebut tidak disetujui.

Tindakan memberhentikan beauty contes tanpa hasil, dari perspektif hukum bisnis, dapat dipandang sebagai bentuk intervensi terhadap kewenangan Direksi, sehingga bisa menghambat tujuan PD PPJ sebagai badan usaha sebagaimana diatur dalam No. 4/2009 tentang Pendirian Perusahaan Daerah Pasar Pakuan Jaya.

Beauty Contest merupakan metode untuk mencari mitra agar mendapatkan calon partner usaha guna pengembangan suatu kegiatan bisnis atau proyek tertentu. Pemilihan mitra dengan menggunakan metode ini, dilakukan oleh Direksi sesuai dengan wewenangnya sebagai organ badan usaha. Sepanjang wewenang itu dilakukan oleh Direksi dengan penuh itikad baik (goodfaith), penuh kehati-hatian (prudent), serta sejalan dengan tanggungjawab dan wewenang (accountable/responsible) sebagai Direksi, maka secara hukum Direksi dilindungi oleh prinsip hukum – bussines judgement rule.

Oleh karena itu, LBH KBR mengecam tindakan Walikota yang menghentikan beauty contest tanpa hasil karena hanya mengorbankan para pedagang, dan mendesak agar Pasar Blok F segera direvitalisasi.

Demikian kami sampaikan, terimakasih.

Bogor, 28 Mei 2016

LBH Keadilan Bogor Raya

Fatiatulo Lazira, S.H.
Direktur Eksekutif

Narahubung: 085275371525

Gema Demokrasi - Yayasan Satu Keadilan

GEMA DEMOKRASI: Hentikan Serangan Sistematis pada Kebebasan Berekspresi di Semua Lini

Penyebaran isu kebangkitan komunisme terbukti berdampak pada pembungkaman kebebasan berekspresi warga negara di Indonesia. Isu anti-komunisme bahkan meluas pada prmberangusan buku-buku yang membahas masalah ideologi dan buku-buku akademik yang dicap menyebarkan ajaran marxisme/leninisme/sosialisme dan disita atas nama Pancasila.

Selain sweeping buku ke sejumlah penerbit dan toko buku hingga upaya pelarangan pemutaran film sampai hari ini masih dilakukan secara terang-terangan oleh pelaku-pelaku non-demokratik dengan alasan berbau komunis.

Kasus terbaru adalah intimidasi dan pelarangan yang dilakukan oleh 5 ormas (GP Ansor, Banser NU, Pemuda Pancasila, Pemuda Muhammadiyah, FKPPI), KODIM 0702/Pbg, KOREM 071/Wijayakusuma Purbalingga untuk melarang pemutaran film Pulau Buru Tanah Air Beta yang diputar hari Jumat, 27 Mei 2016 pada Festival Film Pelajar Purbalingga oleh Cinema Lovers Community Purbalingga, Jawa Tengah. Cara yang dilakukan mulai dari memanggil panitia, menekan pemilik fasilitas, hingga memobilisasi massa untuk membatalkan pemutaran.

Tekanan ini jelas dilakukan sistematis oleh para pelaku karena terorganisir dan mirip seperti kasus-kasus pelarangan sebelumnya di berbagai kota. Fakta terlibatnya perangkat negara dalam kasus ini jelas bertentangan dengan jaminan dan pernyataan Presiden Joko Widodo dan Menkopolhukam Luhut Binsar Panjaitan yang memberikan perlindungan bagi pelaksanaan kebebasan berekspresi baik dalam konstitusi maupun dalam undang-undang.

Sangat mengherankan keterlibatan anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam menangkap, mensweeping, menekan dan melarang kegiatan dan orang yang mereka duga atau mereka cap sebagai komunis. Keterlibatan ini jelas menebarkan teror dan rasa tidak nyaman sehingga membungkam kebebasan berekspresi yang dilakukan bersama pihak-pihak tertentu yang patut diduga mempunyai agenda “membuat gaduh” pemerintahan Indonesia yang demokratis ini.

Oleh karena itu Presiden sebagai panglima tertinggi harus menggunakan kewenangannya untuk menghentikan setiap tindakan-tindakan TNI yang di luar batas kewenangan telah mesweeping dan melakukan penangkapan terhadap aktivis dengan isu menyebarkan komunisme. Selain itu, Presiden sebagai kepala pemerintahan perlu mengintruksikan kepada Kepolisian Republik Indonesia untuk memberikan perlindungan bagi setiap warga negara yang ingin melaksanakan haknya untuk berekspresi, dan menindak tegas setiap sweeping maupun tindakan pelanggaran yang dilakukan secara sistematis untuk memberangus demokrasi.

Gema Demokrasi sekali lagi menyuarakan perlunya negara menghentikan segala tindakan sistematis pemberangusan demokrasi ini, guna menjamin perlindungan hukum bagi setiap warga negara untuk menjalankan haknya termasuk hak untuk berekspresi dan memastikan bahwa Indonesia adalah Negara yang demokratis dan menjunjung hukum.

Gema Demokrasi juga mengutuk tindakan sewenang-wenang militer dan kelompok kekerasan yang selama ini terus mencederai konstitusi dan undang-undang dan meminta Negara secara tegas bertindak untuk menghentikan segala tindakan brutal tersebut karena memberangus demokrasi.

Rapatkan Barisan, Rebut Demokrasi!

Jakarta, 27 Mei 2016

GEDOR (Gema Demokrasi)

Yayasan Satu Keadilan, Gerakan Masyarakat untuk Demokrasi/GEMA DEMOKRASI terdiri dari: Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Arus Pelangi, Belok Kiri Festival, Federasi SEDAR, Federasi Mahasiswa Kerakyatan (FMK), Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA), Gereja Komunitas Anugrah (GKA) Salemba,
Gabungan Solidaritas Perjuangan Buruh (GSPB), Gusdurian, Institute for Criminal Justice Reform (IJCR), Imparsial, INFID, Institut Titian Perdamaian (ITP),
International People Tribunal (IPT) ‘65, Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), KPO PRP, Komite Pembaruan Agraria (KPA), komunalstensil,
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), KPJKB Makassar, Komunitas Buruh Migran (KOBUMI) Hongkong, Konfederasi Pergerakan Rakyat Indonesia (KPRI), Lembaga Studi dan Advokasi HAM (Elsam), Lembaga Studi Pers dan Pembangunan (LSPP), LBH Pers, LBH Pers Padang, LBH Pers Ambon, LBH Jakarta, LBH Bandung, LBH Yogyakarta,
LBH Semarang, Partai Pembebasan Rakyat (PPR), Partai Rakyat Pekerja (PRP), PEMBEBASAN, Perempuan Mahardhika, Pergerakan Indonesia, Politik Rakyat,
Pusat Perjuangan Rakyat Indonesia (PPRI), PULIH Area Aceh, PurpleCode Collective, Remotivi, Satjipto Raharjo Institute, Sanggar Bumi Tarung, Serikat Jurnalis Untuk Keragaman (SEJUK), Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI), Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFENET), Sentral Gerakan Mahasiswa Kerakyatan (SGMK),
Sentral Gerakan Buruh Nasional (SGBN), Solidaritas.net, Serikat Kebudayaan Masyarakat Indonesia (SeBUMI), Serikat Buruh Bumi Manusia-Nanbu (SEBUMI-NANBU),
Taman Bacaan Kesiman, Ultimus, Yayasan Desantara, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Yayasan Manikaya Kauci, Youth Proactive
dan individu-individu yang peduli pada masa depan demokrasi Indonesia.

LBH KBR - Yayasan Satu Keadilan

Siaran Pers Bersama : Penahanan Terhadap Eks Anggota GAFATAR

,

Pada Rabu malam (25/5), 2 orang eks anggota Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar), yaitu Mahful Muis Tumanurung dan Andri Cahya serta Ahmad Mosaddeq ditahan di Mabes Polri setelah menjalani pemeriksaan pertama kalinya sebagai tersangka. Beberapa kali pemeriksaan sebelumnya telah mereka jalani dengan status sebagai saksi.

“Penahaanan terhadap mereka bertiga seharusnya sungguh tidak perlu dan tindakan yang berlebihan, karena tidak ada satupun alasan sehingga mereka perlu untuk ditahan” ujar Asfinawati, salah satu kuasa hukum mereka bertiga. Lebih lanjut, Asfinawati juga menyatakan dirinya dan tim advokasi meminta kepada Kapolri agar memperhatikan kasus ini dan segera melepaskan ketiga kliennya, karena penahanan yang terjadi justru akan membuat publik memiliki persepsi bahwa kasus ini lebih bermuatan politik ketimbang pertimbangan hukum. “Karena ketiganya selama ini sangat kooperatif dalam keperluan penyidikan untuk datang menghadiri panggilan kepolisian”, tambahnya.

Atas peristiwa diatas, kami menyatakan keberatan dengan alasan-alasan berikut:

  1. Tidak ada alasan mengapa ketiganya harus ditahan dan tidak ada bukti ketiganya akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana.

Pasal 21 (1) KUHAP menyatakan; “Perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana”.

Pasal 20 KUHAP menyatakan; “untuk kepentingan penyidikan, penyidik atau penyidik pembantu atas perintah penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 berwenang melakukan penahanan”. Oleh karenanya penahanan adalah untuk kepentingan penyidikan bukan hal lainnya. Karena setiap mendapat panggilan ketiganya selalu kooperatif maka tujuan penahanan ini tidak ada.

  1. Penahanan harus berdasarkan bukti yang cukup. Putusan MK dalam perkara nomor 21/PUU-XII/2014 dinyatakan frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” yang tertuang dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP harus dimaknai sebagai “minimal dua alat bukti” yang termuat dalam Pasal 184 KUHAP. Pertanyaan tentang 2 alat bukti apa yang telah dimiliki penyidik tidak dapat dijelaskan kepada kuasa hukum.
  2. Apa yang dituduhkan kepada ketiganya terkait dengan keyakinan yang bersngkutan yang mereka telah diuraikan dalam berita acara pemeriksaan masing-masing. Sesuai konstitusi Indonesia adalah negara hukum yang demokratis dan memiliki UU terkait HAM maka keyakinan beragama atau berkeyakinan dijamin. Oleh karenanya penentuan ketiganya sebagai tersangka dan penahanan tersebut merupakan kriminalisasi terhadap kebebasan beragama berkeyakinan.

Berdasarkan hal-hal di atas, tim kuasa hukum meminta:

  1. Kepada penyidik dan Kabareskrim untuk segera mengeluarkan ketiga korban dari tahanan demi hukum.
  2. Kepada Kapolri untuk menjalankan wewenangnya sebagai pimpinan tertinggi Polri mengawasi penyidikan terhadap ketiga orang di atas dan memerintahkan dikeluarkannya korban dari tahanan demi hukum.
  3. Kepada Presiden sebagai pimpinan Kapolri untuk mengawasi jalannya penyidikan termasuk penahanan ini.

Jakarta, 26 Mei 2016

Tim Kuasa Hukum

Narahubung:
Asfinawati (08128218930); Fati Lazira (085275371525); Atika (081383399078); Ainul (085277008689)

Gema Demokrasi - Yayasan Satu Keadilan

GEMA DEMOKRASI: Demokrasi Seutuhnya, Lawan Kebangkitan Militerisme dan Orde Baru

Gema Demokrasi - Yayasan Satu Keadilan

6 TUNTUTAN REFORMASI 1998

  1. Penegakan supremasi hukum;
  2. Pemberantasan KKN;
  3. Pengadilan mantan Presiden Soeharto dan kroninya;
  4. Amandemen UUD 1945;
  5. Pencabutan dwifungsi TNI/Polri;
  6. Pemberian otonomi daerah seluas- luasnya.

18 tahun lalu, enam tuntutan itu digemakan gelombang demonstrasi massal dari pelbagai penjuru. Buruh, tani, mahasiswa, kaum miskin kota, semua berkonsolidasi dan bergerak untuk satu tujuan: menurunkan Soeharto dan memulai reformasi. Gelombang demonstrasi itulah yang membuat Soeharto, pemimpin rezim militeristik orde baru menyatakan berhenti dari jabatannya selaku Presiden RI pada 21 Mei 1998.

Namun sayang, kekuasaan dan militerisme Orde Baru tidak pernah benar-benar jatuh. Kekuatannya masih bercokol dan beranak pinak menjadi oligarki yang kuat mencengkram segala lini kehidupan masyarakat, membajak cita-cita reformasi dan menggerogoti demokrasi.

Kebangkitan orde baru dan militerisme ditandai dengan pengusulan gelar Pahlawan bagi Soeharto, pemberangusan kebebasan berkumpul, berpendapat, berekspresi, dan berpikir. Bahkan kebebasan akademik mulai satu per satu dihadang oleh kekuatan yang dihimpun oleh oligark.

Dengan megabaikan supremasi sipil dan supremasi hukum, militer menjadi penafsir tunggal kehidupan berbangsa, penafsir tunggal ideologi Pancasila dan konstitusi. Atas nama Pancasila dan NKRI, mereka mengaburkan agenda-agenda reformasi. Agenda upaya penyelesaian kasus pelanggaran HAM dan berbagai gerakan masyarakat sipil menuntut keadilan justru dikaburkan dengan memunculkan isu palsu kebangkitan komunisme, LGBT, dan separatisme.

Agenda reformasi pemberantasan KKN gagal mewujudkan transparansi anggaran di tubuh TNI dan gagal menghentikan keterlibatan TNI dalam bisnis. Agenda pencabutan dwifungsi ABRI/TNI dikerdilkan dengan munculnya kembali aturan perundang-undangan yang mengupayakan kembali keterlibatan TNI dalam berbagai kehidupan sipil, seperti munculnya Undang-Undang Penanganan Konflik Sosial, Rancangan Perubahan UU Terorisme, Rancangan Undang-undang Pilkada, RUU Kamnas.

Keterlibatan TNI dalam keseluruhan upaya penyelesaian konflik (penggusuran, intoleransi, pembagunan) justru semakin memperburuk kondisi sipil. Terlebih lagi dalam penyelesaian konflik di wilayah Papua. Dominasi TNI telah meruntuhkan seluruh tatanan supremasi hukum dan pemenuhan hak asasi manusia bagi rakyat Papua. Reformasi ’98 gagal mengakhiri penutupan akses jurnalis asing ke Papua, pembunuhan dan penghilangan aktivis-aktivis Papua, penangkapan dan penahanan sewenang-wenang, pembungkaman kemerdekaan berekspresi dan berkumpul, pengabaian hak-hak masyarakat adat di Papua, eksploitasi sumber daya alam yang merusak alam Papua, dan lain sebagainya.

Untuk itu Gema Demokrasi kembali mengajak seluruh masyarakat sipil bergerak melakukan konsolidasi merebut demokrasi dan supremasi hukum yang sejalan dengan UUD 1945 dan Pancasila.

Saatnya menyerukan, “Demokrasi seluas-luasnya, lawan kebangkitan Militerisme dan Orde Baru!” dengan menuntut:

  1. Presiden Joko Widodo bersikap tegas menjalankan kewenangannya selaku Kepala Negara, Kepala Pemerintahan, dan Panglima Tertinggi TNI, serta menjaga supremasi hukum dan supremasi sipil.
  2. Presiden Joko Widodo menghentikan seluruh bentuk pemberangusan kemerdekaan berkumpul, berorganisasi, berekspresi.
  3. Presiden Joko Widodo memulihkan dan menjamin kebebasan akademik yang lepas dari segala bentuk militerisme.
  4. Presiden Joko Widodo kembali menegakkan supremasi sipil atas militer dengan membubarkan komando teritorial serta menempatkan kembali militer ke barak, jangan campuri urusan sipil.
  5. Presiden Joko Widodo harus memerintahkan menindak tegas segala bentuk penindakan hukum yang sewenang-wenang seperti:
    • Pemberangusan buku tanpa melalui proses peradilan
    • Penangkapan dan penahanan sewenang-wenang
    • Kriminalisasi aktivis dan gerakan rakyat
  6. Presiden Joko Widodo memerintahkan Kapolri untuk menindak tegas segala bentuk main hakim sendiri, kekerasan dan pelanggaran hukum oleh kelompok intoleran.
  7. Presiden Joko Widodo bersama dengan DPR melanjutkan reformasi hukum untuk menyisir dan mencabut semua peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan prinsip hak asasi manusia, dan demokrasi.
  8. Presiden Joko Widodo memastikan berjalannya penegakkan hukum dan menghentikan praktik impunitas.
  9. Presiden Joko Widodo menolak pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto
    Presiden Joko Widodo selaku Panglima Tertinggi TNI menarik seluruh tentara organik, dan menghentikan cara-cara militeristik dan pembungkaman demokrasi dalam penyelesaian konflik Papua.
  10. Presiden Joko Widodo menghapuskan segala bentuk keterlibatan militer dalam dunia usaha/bisnis.

Jakarta, 21 Mei 2016

GEMA DEMOKRASI

Yayasan Satu Keadilan, AJI Indonesia, LBH Pers, LBH Jakarta, Elsam, SEJUK, SAFENET, PPRI (KPO PRP, SGMK, SGBN, PPR, GSPB, FSedar, SPRI, Solidaritas.net, SeBUMI, Pembebasan), YLBHI, KPRI, PRP, INFID, ITP/Institut Titian Perdamaian, PULIH Area Aceh, Pergerakan Indonesia, PurpleCode, IMPARSIAL, Komite Pembaruan Agraria (KPA), Ultimus, IPT ‘65,
Belok Kiri Festival, YouthProactive, Remotivi, Gereja Komunitas Anugrah, ICJR, KPJKB Makassar, LBH Bandung, Arus Pelangi, KontraS, LBH Semarang, Sanggar Bumi Tarung,
LBH Pers Padang, Perempuan Mahardika, Federasi Mahasiswa Kerakyatan (FMK), komunalstensil, KASBI, FNKSDA, Politik Rakyat, Gusdurian,
dan individu-individu yang peduli pada masa depan demokrasi Indonesia.

LBH KBR - Yayasan Satu Keadilan

LBH KBR: Kejaksaan Harus Ungkap Pihak Yang “Turut Serta” Dalam Kasus Angkahong

,

Jika benar ada pejabat teras Kota Bogor yang disebutkan “turut serta” dalam kasus dugaan korupsi Angkahong sebagaimana terkuak dalam dakwaan yang teregister dengan No. Reg. Perk: PDS-03/BOGOR/03/2016, demi proses penegakan hukum transparan dan akuntabel, maka nama tersebut harus diungkap ke publik.

Sebagaimana diberitakan, kasus dugaan korupsi mark-up atas pembelian lahan Angkahong oleh Pemerintah Kota Bogor sebesar Rp. 43,1 Miliar, terungkap didakwaan yang beredar telah mengakibatkan Kerugian Keuangan Negara, dalam hal ini Pemerintah Kota Bogor, sebesar Rp. 38.400.533.057 (tiga puluh delapan milyar empat ratus juta lima ratus tiga puluh tiga ribu lima puluh tujuh rupiah).

Selama hampir 1 (satu) tahun lebih kasus ini bergulir, sejak bulan sejak Desember 2014 lalu, Kejaksaan Negeri Kota Bogor sudah memeriksa puluhan orang, dan pada akhirnya baru menetapkan 3 (tiga) orang tersangka, yakni: HYP (Ketua Tim Pengadaan Tanah Skala Kecil/PA/PPK/Kepala Kantor Koperasi dan UMKM Kota Bogor, IG selaku Camat Tanah Sareal/PPTAS/Anggota Tim Pengadaan Tanah Skala Kecil, RNA (Appraisal) dan KHA.

Kasus korupsi di Kota Bogor yang telah menyita perhatian publik ini, dengan tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah, para pihak yang terlibat, baik sebagai aktor intelektual maupun pelaku, harus diungkap masing-masing perannya demi tegaknya proses penegakan hukum yang transparan dan akuntabel. Kasus korupsi ini cukup terencana dan teroganisir. Hal ini dapat kita lihat dari rentang waktu antara tanggal 5 Agustus 2014 s/d 31 Desember 2014 atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam tahun 2014 sebagaimana terkuak dalam dakwaan Jaksa.

Oleh karenanya, LBH Keadilan Bogor menyatakan sikap:

  1. Mendesak Kejaksaan Negeri Kota Bogor, dengan tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah agar mengungkapkan ke publik nama-nama tersangka dan yang “turut serta” sebagaimana disebutkan dalam dakwaan Jakaa tersebut;
  2. Mendesak Kejaksaan untuk mengusut proses penganggaran di DPRD Kota Bogor mengingat rentang waktu yang disebutkan dalam dakwaan adalah masa-masa pembahasan proses pembelian lahan Angkahong antara DPRD Kota Bogor dengan Pemerintah Kota Bogor.

Demikian siaran pers ini kami sampaikan, atas perhatian dan kerjasamanya, kami ucapkan terima kasih.

Bogor, 20 Mei 2016

LBH Keadilan Bogor Raya

Badan Pengururus

FATIATULO LAZIRA, S.H.
Direktur Eksekutif

Narahubung: 085275371525 (Fatiatulo Lazira)

LBH KBR - Yayasan Satu Keadilan

YSK : Putusan PTUN Bandung Kemenangan Warga Atas Hak Pengelolaan Lingkungan

,

Hari ini, 3 Mei 2016, hakim PTUN Bandung telah memutuskan perkara atas gugatan Warga Desa Antajaya, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Bogor. Sebelumnya, warga menggugat Surat Keputusan Bupati Bogor Nomor: 541.3/051/Kpts/ESDM/2011 melalui Pengadilan Tata Usaha Negara, Jawa Barat yang telah dibacakan Putusan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dengan putusan mengabulkan permohonan Para Penggugat (Warga Antajaya) untuk seluruhnya. Putusan ini menegaskan kemenangan warga negara dalam menjaga kelestarian alamnya untuk kelangsungan kehidupan seluruh umat manusia.

Bahwa Gugatan warga Antajaya terhadap Surat Keputusan Bupati Bogor Nomor: 541.3/051/Kpts/ESDM/2011 tentang Penyesuaian Surat Izin Usaha Pertambangan Daerah (SIPD) Eksploitasi Menjadi Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi Atas Nama Koperasi Primer Karyawan Perum Perhutani (Primkokar Perhutani), melalui kuasa hukumnya Lembaga Bantuan Hukum keadilan Bogor Raya (LBH-KBR), LBH Bandung dan Walhi Jawa Barat diajukan pada Oktober 2015 melalui PTUN Jawa Barat. Gugatan ini dilayangkan akibat dampak dari Keputusan tersebut berpotensi merusak lingkungan alam karena adanya aktivitas Perusahaan Tambang. Terlebih Gunung Kandaga adalah sumber penghidupan bagi masyarakat sekitar.

Dalam gugatan dengan dengan No. Perkara: 155/G/2015/PTUN.BDG, ditemukan fakta-fakta dan temuan, sebagai berikut;

Pertama, dari keterangan 3 (tiga) saksi warga yang dihadirkan Para Penggugat yang pada pokoknya menyatakan bahwa terdapat kerugian yang nyata dialami oleh masyarakat sekitar perusahaan tambang; kesulitan air bersih, bising oleh kendaraan alat berat, terdapat pergeseran tanah di rumah salah satu warga hingga retak dan akses jalan menuju pemukiman warga menjadi rusak terlebih jika musim hujan sangat mengganggu akses sosial-ekonomi masyarakat. Selanjutnya karena keberadaan aktivitas perusahaan tambang juga mengakibatkan konflik sosial antar sesama warga masyarakat yang tadinya hidup secara rukun.

Kedua, dari keterangan ahli bahwa Kebijakan Pemerintah Daerah dalam hal ini Keputusan Bupati Bogor harus dibuat sebagaimana prinsip-prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam perspektif Pemerintahan yang baik. Bahwa keputusan yang dibuat haruslah diketahui oleh publik terutama masyarakat sekitar perusahaan tambang karena aktivitas perusahaan tambang harus melibatkan partisipasi publik yang luas karena akan berdampak pada kelestarian lingkungan.

Ketiga, Majelis Hakim bersama Para Penggugat dan Tergugat serta Tergugat Intervensi (Primkopkar-Perhutani) telah melakukan pemeriksaan setempat untuk menguji fakta di lapangan berkenaan dengan aktivitas perusahaan tambang yang pada pokoknya berpotensi merusak kelestarian dan keasrian serta hilangnya sumber air bagi penghidupan warga.

Dari ketiga hal tersebut Majelis Hakim mempertimbangkan Putusan yang dalam putusannya mengabulkan keseluruhan gugatan dari Warga Antajaya sebagai para penggugat dengan menegaskan bahwa aktivitas perusahaan tambang Primkopkar Perhutani harus dihentikan sampai menunggu adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap.

Berikut Permohonan Gugatan Warga Antajaya yang dikabulkan untuk keseluruhan oleh Majelis Hakim PTUN;

A. Dalam Penundaan

Mengabulkan permohonan PARA PENGGUGAT untuk menangguhkan objek sengketa, berupa Surat Keputusan Bupati Bogor Nomor: 541.3/051/Kpts/ESDM/2011 tentang Penyesuaian Surat Izin Usaha Pertambangan Daerah (SIPD) Eksploitasi Menjadi Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi Atas Nama Koperasi Primer Karyawan Perum Perhutani (Primkokar Perhutani), tertanggal 21 Januari 2011 sampai adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap.

B. Dalam Pokok Perkara

  1. Mengabulkan gugatan PARA PENGGUGAT untuk seluruhnya;
  2. Menyatakan batal atau tidak sah Surat Keputusan Bupati Bogor Nomor: 541.3/051/Kpts/ESDM/2011 tentang Penyesuaian Surat Izin Usaha Pertambangan Daerah (SIPD) Eksploitasi Menjadi Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi Atas Nama Koperasi Primer Karyawan Perum Perhutani (Primkokar Perhutani), tertanggal 21 Januari 2011;
  3. Mewajibkan kepada TERGUGAT untuk mencabut Surat Keputusan Bupati Bogor Nomor: 541.3/051/Kpts/ESDM/2011 tentang Penyesuaian Surat Izin Usaha Pertambangan Daerah (SIPD) Eksploitasi Menjadi Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi Atas Nama Koperasi Primer Karyawan Perum Perhutani (Primkokar Perhutani), tertanggal 21 Januari 2011;
  4. Menghukum TERGUGAT untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara ini.

Putusan Hakim PTUN Bandung ini merupakan langkah maju penegakan hukum di Indonesia, khususnya pemulihan hak-hak pengelolaan sumber daya alam oleh warga.

Bandung, 03 Mei 2016

LBH Keadilan Bogor Raya – LBH Bandung – Walhi Jawa Barat

Kontak Person :

  1. Fatiatulo Lazira/Direktur LBH Keadilan Bogor Raya (085275371525)
  2. Yogi/Direktur LBH Bandung (081214194445)
  3. Dadan Ramdan/Direktur Walhi Jabar (081809660715)