Pengusiran Paksa Eks Gafatar Dinilai Pelanggaran HAM Nyata

JAKARTA, WB – Lebih dari 5.000 jiwa anggota eks Gafatar nasibnya terlunta-lunta. Pemerintah hanya memberikan janji-janji kosong. Sementara harta benda warga eks Gafatar sudah habis dihancurkan oleh pengusiran sistematis dari Pulau Kalimantan yang melibatkan aparat negara. Kini mereka pun mengalami kesulitan dalam membangun kembali masa depannya. Selain karena diskriminasi yang tidak putus dari aparat pemerintahan, masyarakat juga terus menstigma dan tidak menerima keberadaan warga eks Gafatar.

Demikian disampaikan salah satu mantan pengurus Gafatar Jefry (35) ketika mengadukan diskriminasi yang terus dialami anggota-anggota eks Gafatar di Komnas HAM, Kamis (2/6), bersama Tim Kuasa Hukum.

“Apa yang kami kerjakan di Mempawah, Singkawang, Ella dan Bengkayang hanya bertani dan beternak. Menjadikan Kalimantan sebagai lumbung ketahanan pangan Indonesia. Itu cara kami mengabdi pada ibu pertiwi. Tapi kami malah diusir paksa dan diperlakukan seperti teroris,” ungkap Jefry di depan Ketua Komnas HAM M. Imdadun Rahmat.

Ia juga sangat menyesalkan tidak hadirnya negara paska pengusiran paksa. Bahkan janji Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa yang akan memberikan jaminan hidup perhari perjiwa sebesar 10.000 tidak kunjung terealisasi.

“Negara tidak peduli nasib kami yang sekarang tidak bisa beraktivitas normal seperti masyarakat lainnya dalam memenuhi hidup. Sebab, kami terus dicurigai masyarakat. Ketika di antara kami dikembalikan ke kampung halaman masing-masing, aparat pemerintah mengumumkan kepada masyarakat sambil melekatkan stigma kepada kami, layaknya teroris yang harus dijauhi. Kami juga dipaksa beribadah sesuai dengan agama yang resmi,” protes Jefry yang pernah menjabat sebagai Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Jawa Barat Negeri Karunia Tuan Semesta Alam Nusantara (NKTN) yang lebih sering disebut sebagai eks Gafatar.

Asfinawati selaku Tim Kuasa Hukum tiga mantan elit Gafatar (Ahmad Mushadeq, Mahful Muis Tumanurung, dan Andri Cahya) yang ditahan di Mabes Polri meminta Komnas HAM untuk mendesak kepolisian segera membebaskan mereka.

“Penahanan terhadap ketiganya tidak sah karena tidak ada alasan hukum yang membenarkan penangkapan ini. Pemidanaan terhadap ketiganya oleh kepolisian melanggar hukum karena tidak mempedulikan proses yang tersurat dalam UU No. 1/PNPS/1965 dan SKB dari UU tersebut,” tegas Asfin.

Selain kepolisian menabrak dua instrumen di atas, lanjut Asfin, kepolisian juga melanggar fair trial atau peradilan yang jujur dan adil. Mantan Direktur LBH Jakarta periode 2006-2009 ini menegaskan, “Kepolisian tidak merujuk pada Putusan MK yang mengharuskan penahanan terhadap tersangka dengan minimal dua alat bukti yang cukup yang dijelaskan oleh penyidik kepada tersangka dan kuasa hukumnya. Kepolisian juga lalai karena satu hari setelah ketiga eks Gafatar ditangkap, mereka tidak diperiksa.”

Berangkat dari pengaduan itulah Imdadun Rahmat akan mengagendakan perumusan tindakan yang akan diambil Komnas HAM. Pengaduan ini juga akan diperkuat hasil pemantauan yang telah dilakukan Komnas HAM.

“Telah terjadi bentuk-bentuk pelanggaran HAM dalam kasus pengusiran warga eks Gafatar,” tegasnya memberi kesimpulan. []

Nana Sumarna

Sumber: wartabuana.com

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *