Sunda Wiwitan dalam Era Modernisasi Bertoleransi
Bogor, Tatar Pasundan di Jawa Barat dengan berbagai nilai luhur Keagungan Ilahi berkat alam semesta panorama keindahan relung gunung lembah dan dataran menghijau menjadikan salah satu bagian Tuhan dalam memberikan rahmat bagi semesta alam.
Masyarakat Tatar Pasundan hidup dalam berbagai sendi kehidupan multidimensi multienis dan budaya karena sudah terjadi akulturasi sejak zaman Kerajaan Siliwangi.
Penganut Sunda Wiwitan juga terus berkembang mengikuti pesatnya kemajuan teknologi dan Era digitalisasi yang menuntut mereka terus beradaptasi dengan lingkungan.
Emang saat ini penganut Sunda Wiwitan di Jawa Barat khususnya di Bogor sudah tidak terlalu banyak hanya segelintir kecil dari masyarakat yang masih Memegang teguh ageman kearifan lokal dari nenek moyang.
Keluarga Dewi Awang yang berada di kawasan Kedung Halang Bogor Utara Kota Bogor menjadi bagian kecil penganut Sunda Wiwitan yang masih mempertahankan jati diri Tatar Pasundan dengan berbagai kearifan lokal dan petuah bijak dari leluhur Tatar Pasundan.
Saat RRI menemui Dewi Awang, Sabtu (2/10/2022) tingkah laku Sunda Wiwitan memang sudah sangat terlihat dengan pakaian kebaya dan berbagai ornamen yang mencirikan masyarakat kesundaan.
Dalam kehidupannya Dewi Awang bersama keluarga sudah menganut dan menjalani nilai Sunda Wiwitan sejak dalam kandungan dengan adanya petuah bijak dari sang kakek nenek yang tetap bertahan hingga saat ini.
“Saya Dewi Awang penganut Sunda Wiwitan sejak lahir dengan keturunan kakek sebagai dalang dan nenek sebagai pemberi ajaran agama kepada anak cucunya, ageman Sunda Wiwitan akan bertahan hingga hayat,” tuturnya.
Berbagai sumber kehidupan yang terus berlangsung hingga saat ini dengan adanya kegiatan yang sudah ada sejak nenek kakeknya memberikan ajaran Sunda Wiwitan seperti suguhan kepada alam semesta dengan berbagai hasil bumi untuk menghargai Ibu Pertiwi.
Kegiatan Sunda Wiwitan juga berjalan dalam kehidupan sehari-hari sehingga tingkah laku Ambu Dewi Awang dan keluarga juga berpatokan terhadap nilai luhur Tatar Pasundan dengan berbagai keramahan dan keelokan tutur kata sifat dan cara berpikir.
“Kami masih memegang tingkah laku yang sudah berlangsung dari zaman nenek moyang leluhur Sunda Wiwitan seperti nyuguh nah nyuguh ini dengan berbagai perangkat hasil bumi tergantung keperluan dan kemampuan dari seseorang namun yang terpenting adalah upaya melestarikan ageman yang sudah berlangsung berabad-abad silam,” ungkapnya.
Saat ini dirinya masih berkeyakinan bahwa ada tiga unsur yang harus dipegang dalam kehidupan mengabdi untuk Tuhan Yang Maha Esa, berbakti mengayomi kepada sesama manusia dan mencintai tanah air bumi alam semesta sebagai bagian dari kehidupan Insan di dunia.
“Kita memegang ageman mengabdi untuk Tuhan Yang Maha Esa alam semesta alam dan manusia tiga unsur dalam kehidupan yang harus Selaras untuk bisa menjadi Pengabdian sepanjang hidupku,” katanya.
Dalam ajaran penghayatan Sunda Wiwitan memang sudah ada beberapa literatur yang bersentuhan langsung dengan nilai kebangsaan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Presiden Joko Widodo atau Jokowi resmi meneken Peraturan Presiden Nomor 114 Tahun 2022 tentang Strategi Kebudayaan. Salah satu yang diatur adalah jaminan atas hak kelompok penghayat kepercayaan dalam urusan pemajuan kebudayaan.
Tidak hanya menegakkan hak, tapi juga memfasilitasi keterlibatan masyarakat adat, komunitas tradisi, dan penghayat kepercayaan dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan.
Salah seorang Budayawan Tatar Pasundan Dian Rahadian juga mengaku bahwa kearifan lokal dalam Sunda Wiwitan tidak bertentangan dengan Pancasila bahkan kearifan dan kebijakan yang sudah ada sejak nenek moyang leluhur juga menguatkan dari nilai Pancasila sebagai dasar negara Indonesia.
“Pelaksanaan kehidupan sehari-hari penganut Sunda Wiwitan di Bogor sudah mencerminkan nilai Pancasila karena banyak kebajikan yang tercermin sekaligus Memegang teguh nilai NKRI dan Pancasila sebagai landasan bertingkah laku selaras dengan kearifan lokal mereka,” tandasnya.
Sementara itu salah seorang Budayawan dan Kurator Seni Budaya Sunda RM. Ramli J Sasmita (Dewo) mengungkapkan banyak literasi tentang Sunda Wiwitan yang masih bertahan hingga saat ini dan relevan untuk dijalani.
Nilai dalam bertoleransi juga ada dalam ageman Sunda Wiwitan dengan saling menghargai dan saling menghormati antar anak manusia umat beragama alam semesta sehingga kehidupan harmonis dapat tercapai.
“Pada dasarnya Sunda Wiwitan memang sudah bersinergi dengan Tuhan alam dan manusia sehingga nilai toleransi sudah berkembang sejak berabad-abad yang lalu dan hingga saat ini harus tetap dipertahankan sehingga Indonesia juga mempunyai keberagaman penganut keyakinan lokal seperti Sunda Wiwitan,”
Bahkan dirinya memberikan wejangan agar penganut Sunda Wiwitan mampu bertahan dalam era modernisasi tentunya dengan beradaptasi sesuai dengan majunya zaman sehingga tidak menutup diri dengan aktualisasi dunia luar namun dapat bersinergi dan saling menguatkan sehingga Sunda Wiwitan dapat bertahan di tengah arus informasi digitalisasi dan modernisasi.
“Penganut Sunda Wiwitan harus bisa beradaptasi dengan modernisasi dan tetap menanamkan nilai toleransi sehingga di era digitalisasi dan informasi ini mereka harus tetap eksis memegang ageman leluhur sekaligus berbaur di tengah masyarakat modern,” katanya.
Dalam hal ini Sunda Wiwitan juga menjadi bagian dari keanekaragaman Hasanah kearifan lokal budaya dan tingkah laku dari masyarakat asli Indonesia sehingga harus dapat menjadi salah satu perekat NKRI dalam mewujudkan masyarakat beradab berbudaya dan sejahtera.
Penganut Sunda Wiwitan akan terus berjalan sesuai koridor ageman yang sudah ada sejak zaman nenek moyang yang akan dipertahankan hingga akhir hayat.
Artikel ini telah tayang di rri.co.id dengan judul Sunda Wiwitan dalam Era Modernisasi Bertoleransi.
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!