Kearifan Lokal Sunda Wiwitan : Menghargai Alam, Leluhur dan Syukur Tuhan YME

,

Bogor : Penganut Sunda wiwitan Bogor masih memegang tatanan tradisi budaya yang berlangsung sejak nenek moyang leluhur kesundaan.Sejumlah tradisi budaya juga menjadi salah satu ciri masyarakat kesundaan dalam penganut budaya Sunda wiwitan di Bogor.Salah satu tradisi yang masih menjadi aktivitas kehidupan sehari-hari ialah nyuguh atau sedekah bumi yang berlangsung di hampir semua penganut Sunda wiwitan termasuk di Bogor.

Salah seorang penganut Sunda wiwitan di Bogor Dewi Awang mengungkapkan tradisi nyuguh ini menjadi salah satu ritual dalam menghargai alam leluhur dan berdoa kepada Tuhan yang maha esa agar dikaruniai berkah dan anugerah dalam kehidupan.

“Bentuk rasa syukur atas nikmat yang sudah diberikan ini tercermin dalam tradisi nyuguh sedekah bumi yang berlangsung dengan adanya tata cara sederhana baik di rumah ataupun di berbagai tempat lainnya,” ungkapnya.

Dirinya menjelaskan tradisi nyuguh ini berlangsung hampir setiap minggu terutama di hari Senin dan Kamis karena sudah berlangsung sejak turun-temurun leluhur yang mengajarkan berbagai kearifan lokal untuk rasa syukur kepada alam. Isi suguhan juga menyesuaikan dengan kemampuan seseorang dalam memberikan sedekah bumi sehingga tidak ada aturan baku tentang yang harus dilakukan dalam tradisi tersebut namun yang lebih terpenting adalah doa kepada Tuhan yang maha esa kepada leluhur untuk mewujudkan rasa syukur atas alam yang indah dan lestari.

“Tradisi ini akan terus diturunkan kepada anak dan cucunya karena banyak kandungan nilai kebaikan dalam sejumlah kegiatan Sunda wiwitan seperti nyuguh sehingga harus dapat dimengerti dari generasi muda dengan tidak memaksakan secara utuh apa yang menjadi pemikiran namun secara bertahap sesuai umur dan kondisi seseorang,” paparnya.  Dalam menjalankan kegiatannya sudah wiwitan juga banyak berkolaborasi dengan berbagai yayasan dan organisasi kemasyarakatan lainnya agar menyampaikan pesan untuk tetap menjaga alam kelestarian lingkungan dengan menghargai dan menghormati leluhur.

Ketua umum Salaka Nagara Cakti Shinta Mayangsari memandang kegiatan Sunda wiwitan secara keseluruhan mengandung budaya tradisi dan adat istiadat sehingga menjadi salah satu bentuk kearifan lokal dengan nilai toleransi keberagaman yang ada di tatar Pasundan termasuk di Bogor dalam berbagai ritual termasuk suguhan sesuai dengan keyakinan dan kepercayaan masing-masing individu baik di dalam atau di luar penghayatan tersebut. Masyarakat Sunda wiwitan memang menyadari adanya pro dan kontra di tengah masyarakat terkait berbagai kegiatan yang dilakukan sehingga mereka lebih memilih untuk tidak terlalu membuka diri terutama dalam mewujudkan atau mengimplementasikan rasa syukur mereka kepada tuhan yang maha esa dan doa kepada leluhur untuk menghargai alam sekitar, sehingga semangat bertoleransi dapat tercapai.

“Banyak penganut Sunda wiwitan yang cenderung untuk menutup diri bahkan lebih memilih untuk melakukan ritual di dalam rumah sehingga terbatas untuk lingkungan keluarga dan kelompok masyarakat karena masih banyak yang secara bersama-sama melakukan kegiatan seperti di sekitaran gunung salak halimun meski mereka tidak tinggal atau menetap di kawasan tersebut,” katanya.

Pandangan terhadap penganut Sunda wiwitan juga pendapat berbagai komentar dari masyarakat alim ulama bahkan pemerintah. Ketua MUI kota Bogor KH. TB Muhidin memandang kearifan lokal di Indonesia sudah berlangsung secara turun temurun bahkan di belahan dunia lain tidak dapat ditemui dan hanya khusus ada di nusantara.

“Dalam melakukan kearifan lokal tersebut tentunya harus tetap berpegangan terhadap ajaran agama sehingga tidak menyimpang dari apa yang menjadi tuntunan dalam menyembah dan tidak menyekutukan atau menduakan Allah subhanahu wa ta’ala dalam kegiatan, namun justru tetap berpegang dan berdoa untuk mengharapkan berkah karunia kepada sang pencipta,” katanya

Dari pemerintah dari pusat hingga daerah juga memandang kearifan lokal sebagai bagian dari Hasanah keanekaragaman ajaran ageman yang berada di nusantara sudah berlangsung sejak ratusan bahkan ribuan tahun lalu. Jejak literatur ke sundaan memang sudah ada sejak kerajaan Siliwangi Pajajaran dengan adanya berbagai raja dalam tatar Pasundan yang juga mengajarkan tentang budi pekerti nilai keluhuran yang mendarah daging sebagai kearifan lokal Sunda.

Wakil gubernur Jawa barat UU Ruzanul Ulum dalam sebuah bincang pagi di RRI Bogor, Senin (24/10/2022) menjelaskan pembinaan terhadap kearifan lokal terus berlangsung sehingga ada rasa memiliki dan kecintaan terhadap apa yang sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat di tatar Pasundan.

“Namun kecintaan terhadap budaya lokal ini jangan membawa primordialisme sehingga menganggap budaya dan tradisi dari daerah lain di Indonesia menjadi perbedaan namun harus menjadi perekat seperti yang tercantum dalam pilar bangsa Indonesia bhinneka tunggal Ika,” tandasnya.

Nilai toleransi ajaran Sunda wiwitan juga terus berkembang seiring kemajuan zaman di era teknologi modern sehingga banyak sentuhan kekinian yang menjadi implementasi dalam berkegiatan namun semua tetap berpegangan pada nilai luhur kearifan lokal dari tatar Pasundan yang sudah berlangsung sejak turun-temurun.

 

Artikel ini telah tayang di rri.co.id  dengan judul Kearifan Lokal Sunda Wiwitan : Menghargai Alam, Leluhur dan Syukur Tuhan YME

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *