Reintegrasi dan Rehabilitasi Penting bagi Mantan Ekstremis

Yayasan Satu Keadilan bersama Search for Common Ground Indonesia menggelar pelatihan penguatan kapasitas aktivis organisasi masyarakat sipil dan aparat pemerintah di Cirebon, Jawa Barat, terkait penanggulangan terorisme.

CIREBON, KOMPAS — Reintegrasi dan rehabilitasi penting bagi mantan pelaku kekerasan berbasis ekstremisme agar mereka dapat kembali berbaur dengan masyarakat dan mendapatkan hak-haknya. Selama ini, mereka kerap dirundung stigma buruk.

Tanpa upaya rehabilitasi dan reintegrasi, mantan narapidana terorisme bisa kembali melakukan kekerasan berbasis ekstremisme. Organisasi masyarakat sipil dan aparat pemerintah perlu menguatkan kapasitasnya dalam penanggulangan kasus terorisme.

Hal itu disampaikan Sekretaris Yayasan Satu Keadilan (YSK) Syamsul Alam dalam pelatihan penguatan kapasitas aktivis organisasi masyarakat sipil dan aparat pemerintah di Cirebon, Jawa Barat, terkait penanggulangan terorisme. Pelatihan digelar bersama Search for Common Ground Indonesia, Selasa-Kamis (21-23/2/2023). Pelatihan ini untuk penanganan rehabilitasi serta reintegrasi mantan pelaku kekerasan berbasis ekstremisme.

Peristiwa bom bunuh diri di Markas Kepolisian Sektor Astanaanyar, Kota Bandung, Jabar, akhir tahun lalu, misalnya, melibatkan residivis terorisme Agus Sujarno. Ia pernah ditangkap karena terlibat peristiwa bom di Cicendo, Bandung. Agus menjalani hukuman penjara 4 tahun sejak September 2017 dan bebas pada Oktober 2021.

Suasana pelatihan penguatan kapasitas aktivis organisasi masyarakat sipil dan aparat pemerintah di Cirebon, Jawa Barat, Selasa (21/2/2023). Pelatihan yang digelar Yayasan Satu Keadilan bersama Search for Common Ground Indonesia itu berlangsung hingga Kamis (23/2/2023).
Suasana pelatihan penguatan kapasitas aktivis organisasi masyarakat sipil dan aparat pemerintah di Cirebon, Jawa Barat, Selasa (21/2/2023). Pelatihan yang digelar Yayasan Satu Keadilan bersama Search for Common Ground Indonesia itu berlangsung hingga Kamis (23/2/2023).

 

”Harapan kami, teman-teman yang mengikuti pelatihan bisa bertukar pikiran dan berbagi terkait rehabilitasi dan reintegrasi mantan pelaku terorisme,” ujar Syamsul Alam.

Pelatihan di wilayah Kedawung, Kabupaten Cirebon, itu melibatkan sekitar 20 aktivis dari organisasi masyarakat sipil, aparat pemerintah, dan media. Pesertanya, antara lain, dari Fahmina Institute, Pemuda Muhammadiyah Cirebon, Gerakan Pemuda Ansor Cirebon, serta badan kesatuan bangsa dan politik setempat.

Berdasarkan laporan analisis Yayasan Satu Keadilan atau YSK pada Januari 2023, sekitar 60 warga Kota dan Kabupaten Cirebon pernah ditangkap Detasemen Khusus Anti Teror 88 karena diduga terlibat terorisme di sejumlah daerah. Di Kabupaten Cirebon, terdapat 17 kecamatan yang warganya pernah ditangkap Densus 88 dan termasuk jaringan terorisme.

Kasus teranyar, Densus 88 meringkus seorang terduga teroris berinisial AT (28) di Desa Kubang, Kecamatan Talun, Selasa (7/2/2023) pagi. Warga asal Palembang, Sumatera Selatan, itu tinggal di Cirebon sejak Agustus 2021. Penjual kerupuk asal Palembang ini diduga termasuk jaringan terorisme di Sumatera.

https://dmm0a91a1r04e.cloudfront.net/Ls3H-FtSHtUioJKoqi5dDKZx5_c=/1024x1454/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F02%2F12%2F52c8c197-18ec-4534-af0c-88d77b8ec88d_png.png

Forum rehabilitasi

YSK juga telah memfasilitasi pembentukan forum yang berisi 20 perwakilan organisasi masyarakat sipil, media, dan akademisi bernama Forum Masyarakat Sipil Cirebon Raya (Formasina). Forum berfokus pada rehabilitasi dan reintegrasi mantan pelaku ekstremisme berbasis kekerasan.

Selain rutin menggelar pertemuan sekali sebulan untuk membicarakan perkembangan ekstremisme di Cirebon, Formasina juga menjalani pelatihan penguatan kapasitas. Salah satunya untuk mengetahui peta sebaran terorisme. ”Direncanakan, kami akan menggelar pelatihan selama tiga kali. Selain tiga hari ini, nanti ada pelatihan lagi di bulan Maret,” ujar Alam.

Yang paling penting, ada kolaborasi dari berbagai pihak untuk penanggulangan terorisme.

Marzuki Wahid, Rektor Institut Studi Islam Fahmina sekaligus fasilitator pelatihan, berharap pelatihan itu dapat membekali warga dan aparat dalam mengidentifikasi potensi terorisme sekaligus membantu rehabilitasi mantan pelaku kekerasan berbasis ekstremisme. ”Yang paling penting, ada kolaborasi dari berbagai pihak untuk penanggulangan terorisme,” ucapnya.

Rudi Ahmad (36) menjadi fasilitator dalam Program Moderasi Beragama di Pendopo Pancaniti, Desa Sitiwinangun, Kecamatan Jamblang, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Sabtu (18/12/2021). Kegiatan itu digelar oleh Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Cirebon bersama Fahmina Institute, organisasi nirlaba yang fokus pada kemanusiaan, keadilan, dan kesetaraan. Kegiatan itu diharapkan mengajak pemuda menyuarakan toleransi hingga mendeteksi potensi radikalisme dan terorisme.
KOMPAS/ABDULLAH FIKRI ASHRI

Rudi Ahmad (36) menjadi fasilitator dalam Program Moderasi Beragama di Pendopo Pancaniti, Desa Sitiwinangun, Kecamatan Jamblang, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Sabtu (18/12/2021). Kegiatan itu digelar oleh Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Cirebon bersama Fahmina Institute, organisasi nirlaba yang fokus pada kemanusiaan, keadilan, dan kesetaraan. Kegiatan itu diharapkan mengajak pemuda menyuarakan toleransi hingga mendeteksi potensi radikalisme dan terorisme.

Artikel ini telah tayang di kompas.com dengan judul Reintegrasi dan Rehabilitasi Penting bagi MAntan Ekstremis

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *