Forum Diskusi Terbatas Kebijakan Pendirian Rumah Ibadah dan Pemenuhan Hak Konstitusional Perempuan dalam Konteks Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

Kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB) khususnya forum internum merupakan hak individu yang tidak bisa ditunda pemenuhannya (nonderogable rights). Hak atas KBB mendapat jaminan untuk dihormati, dilindungi, dan dipenuhi oleh negara, sebagaimana termaktub di dalam Pasal 29 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) yaitu “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.”
Meskipun telah dijamin oleh Undang-Undang Dasar, hingga saat ini hak atas KBB masih menjadi problem utama HAM di Indonesia, salah satunya adalah hak untuk mendirikan rumah ibadah.
Permasalahan tempat ibadah semakin serius karena pada level struktural, aturan tentang pendirian rumah ibadah, yakni Peraturan Bersama Menteri (PBM) No. 9 dan 8 tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat belum efektif dalam menjembatani perselisihan-perselisihan yang terjadi. Bahkan beberapa ketentuan dalam aturan ini menimbulkan masalah, karena substansi yang multitafsir atau kurang jelas, misalnya tentang kewajiban Pemerintah Daerah memfasilitasi pendirian rumah ibadah yang ditafsirkan berbeda-beda di berbagai daerah.
Berlarut-larutnya penyelesaian beberapa kasus pelanggaran hak atas KBB di Indonesia juga diakibatkan oleh adanya kecenderungan saling lempar tanggungjawab antara pemerintah kabupaten/kota, pemerintah provinsi dan pemerintah pusat. Kecenderungan ini telah mengakibatkan ketidakpastian penyelesaian serta terus terabaikannya hak-hak korban pelanggaran hak atas KBB.
Di sisi lain, perempuan rentan mengalami kekerasan dan diskriminasi atas dasar agama/keyakinan. Adanya hambatan untuk mendirikan rumah ibadah menyebabkan para perempuan tidak bisa menjalan ibadahnya dengan tenang. Beberapa dampak yang dicatat oleh Komnas Perempuan antara lain tidak bisa beribadah di tempat ibadah, tidak bisa khusyu’ dan dalam beribadah, dibayang-bayangi rasa takut dan cemas akan adanya serangan dan persekusi, khawatir akan adanya pengusiran, dan berpindah-pindah tempat beribadah. Para perempuan juga khawatir akan dikucilkan oleh masyarakat, tidak bisa beraktivitas sosial, ikut arisan, bahkan berjuang untuk mempertahankan hidup, pergulatan batin dan keluarga karena harus terus memberikan penjelasan kepada anak-anak mereka tentang kenapa mereka tidak bisa beribadah di tempat ibadah yang semestinya.
Berangkat dari permasalahan tersebut, pada tanggal 23 April 2019, Komnas Perempuan bersama dengan Komnas HAM, Ombudsman RI, Kementerian Dalam Negeri, Puslitbang Kementerian Agama, Jamaah Ahmadiyah Indonesia, GKI Yasmin, Yayasan Satu Keadilan, Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, PUSAD Paramadina, mengadakan Forum Diskusi Terbatas mengenai Kebijakan Pendirian Rumah Ibadah dan Pemenuhan Hak Konstitusional Perempuan dalam Konteks Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan.
Tujuan dari Forum Diskusi Terbatas ini adalah melakukan kajian komprehensif terkait dengan regulasi mengenai pendirian rumah ibadah, dan mendiskusikan masukan-masukan dan peluang dari pelaksanaan PBM Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006, dan mendapatkan masukan-masukan mengenai peran FKUB sebagaimana diatur dalam PBM tersebut.
Berdasarkan hasil diskusi yang tersebut, berbagai kelompok/jaringan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan merekomendasikan untuk mengkaji ulang tugas dan peran FKUB sebagaimana yang tercantum dalam PBM No. 9 dan 8 Tahun 2006, mengembangkan sinergi peran antara Kementerian Agama dan Kementerian Dalam Negeri, mencari best practice dalam menyelesaikan konflik pendirian rumah ibadah, membuat program berbasis kerukunan agama yang strategis.[]