Posts

LBH KBR - Yayasan Satu Keadilan

LBH KBR: SIDANG PERDANA GUGATAN TERHADAP DKP KABUPATEN BOGOR BERLANJUT MEDIASI

,

Masih ingat kasus pemberhentian 7 (tujuh) orang pekerja pada Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kabupaten Bogor pada 29 Januari 2016 yang sarat penyalahgunaan wewenang dan mencatut nama intel Polres Bogor? Kasus itu, kini tengah menghadapi proses persidangan di Pengadilan Negeri Cibinong, Bogor.

Sidang perdana dengan Perkara No. 133/Pdt.G/2016/PN.Cbi., tersebut diselenggarakan pada Selasa, 21 Juni 2016, dihadiri oleh Kuasa Hukum Para Penggugat dari LBH KBR dan Kuasa Hukum Tergugat I, H. M. Subaweh, Tergugat II DKP Kab. Bogor, Turut Tergugat I Bupati Bogor, dan Turut Tergugat II Kepala Unit Pelayanan Terpadu Kebersihan dan Sanitasi I, Cibinong.

Majelis Hakim yang diketuai oleh Heru Wahyudi, SH, MH., dan Hakim Anggota Dr. Indah Wastu Kencana Wulan, SH., MH., Raden Ayu Rizkyati, SH., menyarankan agar para pihak menempuh proses mediasi dan berharap tercapai kesepakatan. “Kami berharap, para pihak bisa selesai ditahap mediasi”, kata Heru Wahyudi

Majelis Hakim kemudian menunjuk Hakim Mediator, Istiqomah Berawi, SH., MH., dan sidang mediasi akan dilanjutkan pada Selasa, 28 Juni 2016, Pukul 10.00 WIB.

Fatiatulo Lazira, S.H., salah satu Kuasa Hukum Para Penggugat dari LBH KBR, mendorong agar Para Tergugat dan Turut Tergugat memiliki itikad baik dalam proses mediasi tersebut. “Kami berharap, Para Tergugat dan Para Turut Tergugat, yang notabene adalah aparatur negara ditingkat daerah, memiliki itikad baik dalam proses mediasi nantinya, sehingga kasus ini tidak berlarut-larut. Hak-hak Para Penggugat yang menjadi korban kesewenang-wenangan, terpenuhi”, ujar Fati Lazira

Gugatan ini juga menurut Fati Lazira, sekaligus untuk mengingatkan negara, dalam hal ini pemerintah daerah, agar tidak lupa menjalankan fungsi dalam memberikan perlindungan terhadap warganya.

“Gugatan ini kami ajukan karena sudah beberapa cara kami tempuh untuk menyelesaikan secara musyawarah untuk mufakat, tapi tidak ada kesepakatan. Itu artinya, DKP tidak memiliki itikad baik. Para Pekerja (Para Penggugat) ini sudah menjadi korban dari praktik penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) oleh mantan Kepala DKP yang kini menjadi TERGUGAT I, H. M. SUBAWEH. Ini sekaligus momentum untuk mengingatkan akan fungsi negara dalam lingkup yang kecil, yakni Kabupaten Bogor, bahwa setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak”, tegas Fati Lazira.

Demikian siaran pers ini kami sampaikan, terima kasih.

Bogor, 21 Juni 2016

LBH Keadilan Bogor Raya

FATIATULO LAZIRA, S.H.
Direktur Eksekutif

Narahubung:
Fati Lazira (085275371525)
Winata (08567711328)

LBH KBR - Yayasan Satu Keadilan

LBH KBR : Posko Pengaduan atas Pelanggaran Hak THR Pekerja

Praktik pengabaian terhadap hak-hak perkerja/buruh oleh pengusaha, termasuk Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan selalu terjadi dari tahun ke tahun, khususnya perayaaan Hari Raya Idul Fitri. Ironisnya, negara c.q. pemerintah (daerah) jarang sekali proaktif dalam hal memastikan pekerja/buruh mendapatkan hak-haknya, sehingga tahun ini (2016), Lembaga Bantuan Hukum Keadilan Bogor Raya (LBH KBR), membuka Posko Pengaduan untuk memastikan pengusaha melaksanakan kewajibannya; negara melaksanan fungsinya; dan pekerja/buruh mendapatkan hak-haknya.

Secara normatif, THR Keagamaan didefenisikan sebagai pendapatan pekerja/buruh yang wajib dibayarkan oleh pengusaha kepada pekerja atau keluarganya menjelang Hari Raya Keagamaan. Merujuk pada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan (Permenaker 6/2016), ada beberapa point penting yang harus diperhatikan, terutama antara lain:

Pengusaha Yang Wajib memberikan THR Keagamaan

  1. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatau perusahaan milik sendiri;
  2. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;
  3. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia

Pekerjaa/Buruh Yang Berhak Atas THR Keagamaan, ialah

  1. Setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain, dengan kategori sebagai berikut:
  2. Pengusaha wajib memberikan THR kepada pekerja yang mempunyai hubungan kerja dengan pengusaha berdasarkan PKWTT (Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu) dan PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu), dengan ketentuan
    • Bagi pekerja/buruh yang mempunyai masa kerja 1 (satu) bulan secara terus-menerus tetapi kurang dari 12 (dua belas) bulan diberikan secara proposional sesuai masa kerja dengan perhitungan: masa kerja x 1 (satu) bulan upah.
    • Bagi pekerja/buruh yang mempunyai masa kerja secara terus-menerus atau lebih, dberikan 1 (satu) bulan upah, yang terdiri atas komponen:
  3. Upah tanpa tunjangan yang merupakan upah bersih (clean wages), atau
  4. Upah pokok termasuk tunjangan tetap.
  5. Bagi pekerja yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja harian lepas, upah 1 (satu) bulan dihitung sebagai berikut:
    • Pekerja/Buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 (dua belas) bulan atau lebih, upah 1 (satu) bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima dalam 12 (dua belas) bulan terakhir sebelum Hari Raya Keagamaan.
    • Pekerja/Buruh yang mempunyai masa kerja kurang dari 12 (dua belas) bulan, upah 1 (satu) bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima tiap bulan selama masa kerja.

Batas Pembayaran THR Keagamaan

Merujuk pada Permenaker 6/2016, maka Pembayaran THR Keagamaan oleh pengusaha kepada pekerja, dibayarkan 7 (tujuh) hari sebelum Hari Raya Keagamaan dalam bentuk uang, sehingga hitungan kami, tahun ini (2016) mengingat Hari Raya Idul Fitri bagi pekerja/buruh yang beragama Islam jatuh pada tanggal 6 Juni 2016, THR Keagamaan sudah harus dibayarkan pada tanggal 28 Juni 2016.

Sanksi Hukum Bagi Pengusaha Apabila Tidak Membayar THR Keagamaan Kepada Pekerja/Buruh

Apabila pengusaha tidak membayar THR Keagamaan 7 (tujuh) hari Hari Raya Keagamaan, maka akan dikenai denda 5 % (lima persen) dari total THR dengan tidak menghilangkan kewajiban pengusaha untuk membayar THR kepada pekerja. Dan apabila tidak tidak melakukan pembayaran THR Keagamaan, pengusaha dapat dikenai sanksi, berupa:

  1. teguran tertulis;
  2. pembatasan kegiatan usaha;
  3. penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi; dan
  4. pembekuan kegiatan usaha

Oleh karena hal-hak tersebut di atas, LBHKBR menyatakan sikap:

  1. Mendorong agar pengusaha, khususnya di Kota Bogor dan Kabupaten Bogor membayarkan THR Keagamaan kepada pekerja/buruh-nya sesuai aturan yang berlaku;
  2. Mendorong agar Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan Kota Bogor dan Kabupaten Bogor, pro aktif melakukan pengawasan dan memastikan pengusaha membayarkan THR Keagamaan kepada pekerja/buruh;
  3. Mendorong agar pekerja yang tidak mendapatkan hak, berupa THR Keagamaan 7 (tujuh) hari sebelum hari raya, melapor kepada Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan setempat, khususnya Kota Bogor dan Kabupaten Bogor;
  4. LBH KBR membuka Posko Pengaduan bagi pekerja/buruh yang tidak mendapatkan THR Keagamaan dari pengusaha di wilayah Kota Bogor dan Kabupaten Bogor. Apabila terjadi pelanggaran hak mendapatkan THR Keagamaan oleh Pengusaha, maka kami mempersilahkan untuk menyampaikan pengaduan: Kantor LBH KBR, Graha Keadilan, Jl. Parakan Salak No. 1, Desa Kemang, Kec. Kemang, Kab. Bogor, Jawa Barat. Cp: 085275371525, 081310325211

Demikian press release ini kami sampaikan, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

Bogor, 13 Juni 2016

LBH Keadilan Bogor Raya

Fatiatulo Lazira, S.H.
Direktur Eksekutif

Cp. 085275371525

LBH KBR Yayasan Satu Keadilan

LBH KBR: Gugat Pemberhentian Para Pekerja di DKP Kab. Bogor

Masih ingat kasus pemberhentian 7 (tujuh) orang pekerja pada Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kabupaten Bogor? 29 Januari 2016 lalu, 7 (tujuh) orang pekerja pada DKP diberhentikan tanpa alasan dan dasar yang jelas. Merujuk pada surat tanggapan Kepala DKP, kala itu, Drs. H. M. Subaweh, salah satu alasan pemberhentian ialah informasi Intelijen Polres Bogor, sehingga LBH KBR menilai bahwa pemberhentian tersebut merupakan Perbuatan Melawan Hukum, karena bertentangan dengan UU No. 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara, serta inkonstitusional karena abai terhadap perlindungan hak warga negara untuk mendapatkan perkerjaan yang layak dan perlakuan yang adil.

Melalui kuasa hukumnya di LBH KBR, Para Penggugat, yakni para pekerja yang telah diberhentikan tersebut, menggugat antara lain: H. M. SUBAWEH, DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN KABUPATEN BOGOR, BUPATI BOGOR, DAN KEPALA UNIT PELAYANAN TERPADU KEBERSIHAN DAN SANITASI I CIBINONG, serta menuntut melalui Majelis Hakim untuk membayar ganti rugi sebesar Rp. 1, 725, 985, 056 (Satu Milyar Tujuh Ratus Dua Puluh Lima Juta Sembilan Ratus Delapan Puluh Lima Ribu Lima Puluh Enam Rupiah).

Fatiatulo Lazira, S.H., salah satu Kuasa Hukum Para Penggugat, mengungkapkan bahwa gugatan ini, sekaligus untuk mengingatkan negara, dalam hal ini pemerintah daerah, agar tidak lupa menjalankan fungsi dalam memberikan perlindungan terhadap warganya.

Gugatan ini kami ajukan karena sudah beberapa cara kami tempuh untuk menyelesaikan secara musyawarah untuk mufakat, tapi tidak ada kesepakatan. Itu artinya, DKP tidak memiliki itikad baik. Para Pekerja (Para Penggugat) ini sudah menjadi korban dari praktik penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) oleh mantan Kepala DKP yang kini menjadi TERGUGAT I, H. M. SUBAWEH”, ujar Fati Lazira.

Semoga Majelis Hakim nantinya menerima, dan mengabulkan seluruh gugatan kami. Ini sekaligus momentum untuk mengingatkan akan fungsi negara dalam lingkup yang kecil, yakni Kabupaten Bogor, bahwa setiap warga negara berhak atas pekerjaan yang layak”, tambah Fati Lazira.

Demikian siaran pers ini kami sampaikan, terima kasih.

Bogor, 1 Juni 2016

LBH Keadilan Bogor Raya

LBH KBR - Yayasan Satu Keadilan

LBH KBR GUGAT PEMBERHENTIAN PARA PEKERJA DKP KAB. BOGOR

,

Masih ingat kasus pemberhentian 7 (tujuh) orang pekerja pada Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kabupaten Bogor? 29 Januari 2016 lalu, 7 (tujuh) orang pekerja pada DKP diberhentikan tanpa alasan dan dasar yang jelas. Merujuk pada surat tanggapan Kepala DKP, kala itu, Drs. H. M. Subaweh, salah satu alasan pemberhentian ialah informasi Intelijen Polres Bogor, sehingga LBH KBR menilai bahwa pemberhentian tersebut merupakan Perbuatan Melawan Hukum, karena bertentangan dengan UU No. 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara, serta inkonstitusional karena abai terhadap perlindungan hak warga negara untuk mendapatkan perkerjaan yang layak dan perlakuan yang adil.

Melalui kuasa hukumnya di LBH KBR, Para Penggugat, yakni para pekerja yang telah diberhentikan tersebut, menggugat antara lain: H. M. SUBAWEH, DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN KABUPATEN BOGOR, BUPATI BOGOR, DAN KEPALA UNIT PELAYANAN TERPADU KEBERSIHAN DAN SANITASI I CIBINONG, serta menuntut melalui Majelis Hakim untuk membayar ganti rugi sebesar Rp. 1, 725, 985, 056 (Satu Milyar Tujuh Ratus Dua Puluh Lima Juta Sembilan Ratus Delapan Puluh Lima Ribu Lima Puluh Enam Rupiah).

Fatiatulo Lazira, S.H., salah satu Kuasa Hukum Para Penggugat, mengungkapkan bahwa gugatan ini, sekaligus untuk mengingatkan negara, dalam hal ini pemerintah daerah, agar tidak lupa menjalankan fungsi dalam memberikan perlindungan terhadap warganya.

“Gugatan ini kami ajukan karena sudah beberapa cara kami tempuh untuk menyelesaikan secara musyawarah untuk mufakat, tapi tidak ada kesepakatan. Itu artinya, DKP tidak memiliki itikad baik. Para Pekerja (Para Penggugat) ini sudah menjadi korban dari praktik penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) oleh mantan Kepala DKP yang kini menjadi TERGUGAT I, H. M. SUBAWEH”, ujar Fati Lazira.

“Semoga Majelis Hakim nantinya menerima, dan mengabulkan seluruh gugatan kami. Ini sekaligus momentum untuk mengingatkan akan fungsi negara dalam lingkup yang kecil, yakni Kabupaten Bogor, bahwa setiap warga negara berhak atas pekerjaan yang layak”, tambah Fati Lazira.

Demikian siaran pers ini kami sampaikan, terima kasih.

Bogor, 1 Juni 2016

LBH Keadilan Bogor Raya

FATIATULO LAZIRA, S.H.
Direktur Eksekutif

Narahubung: Fati Lazira (085275371525) Winata (08567711328)

LBH KBR - Yayasan Satu Keadilan

LBH KBR: Walikota Bogor Segera Revitalisasi Pasar Blok F

,

Pembatalan beauty contest oleh Walikota Bogor karena alasan tidak ada calon mitra kerja yang memenuhi syarat, dapat dikategorikan sebagai bentuk penyalahgunaan wewenang dan atau perbuatan melawan hukum, sebab seharusnya, yang berwenang menyatakan bahwa dari semua calon mitra tidak ada yang memenuhi syarat ialah Direksi melalui Pansel, bukan Walikota.

Merujuk pada surat yang ditujukan kepada Walikota agar memilih dan menentukan pemenang beauty contest Revitalisasi Blok F Pasar Kebon Kembang oleh Ketua Pansel, tampak jelas bahwa Pansel telah memiliki hasil, tinggal menunggu persetujuan Walikota. Akan tetapi hasil tersebut tidak disetujui.

Tindakan memberhentikan beauty contes tanpa hasil, dari perspektif hukum bisnis, dapat dipandang sebagai bentuk intervensi terhadap kewenangan Direksi, sehingga bisa menghambat tujuan PD PPJ sebagai badan usaha sebagaimana diatur dalam No. 4/2009 tentang Pendirian Perusahaan Daerah Pasar Pakuan Jaya.

Beauty Contest merupakan metode untuk mencari mitra agar mendapatkan calon partner usaha guna pengembangan suatu kegiatan bisnis atau proyek tertentu. Pemilihan mitra dengan menggunakan metode ini, dilakukan oleh Direksi sesuai dengan wewenangnya sebagai organ badan usaha. Sepanjang wewenang itu dilakukan oleh Direksi dengan penuh itikad baik (goodfaith), penuh kehati-hatian (prudent), serta sejalan dengan tanggungjawab dan wewenang (accountable/responsible) sebagai Direksi, maka secara hukum Direksi dilindungi oleh prinsip hukum – bussines judgement rule.

Oleh karena itu, LBH KBR mengecam tindakan Walikota yang menghentikan beauty contest tanpa hasil karena hanya mengorbankan para pedagang, dan mendesak agar Pasar Blok F segera direvitalisasi.

Demikian kami sampaikan, terimakasih.

Bogor, 28 Mei 2016

LBH Keadilan Bogor Raya

Fatiatulo Lazira, S.H.
Direktur Eksekutif

Narahubung: 085275371525

LBH KBR - Yayasan Satu Keadilan

Siaran Pers Bersama : Penahanan Terhadap Eks Anggota GAFATAR

,

Pada Rabu malam (25/5), 2 orang eks anggota Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar), yaitu Mahful Muis Tumanurung dan Andri Cahya serta Ahmad Mosaddeq ditahan di Mabes Polri setelah menjalani pemeriksaan pertama kalinya sebagai tersangka. Beberapa kali pemeriksaan sebelumnya telah mereka jalani dengan status sebagai saksi.

“Penahaanan terhadap mereka bertiga seharusnya sungguh tidak perlu dan tindakan yang berlebihan, karena tidak ada satupun alasan sehingga mereka perlu untuk ditahan” ujar Asfinawati, salah satu kuasa hukum mereka bertiga. Lebih lanjut, Asfinawati juga menyatakan dirinya dan tim advokasi meminta kepada Kapolri agar memperhatikan kasus ini dan segera melepaskan ketiga kliennya, karena penahanan yang terjadi justru akan membuat publik memiliki persepsi bahwa kasus ini lebih bermuatan politik ketimbang pertimbangan hukum. “Karena ketiganya selama ini sangat kooperatif dalam keperluan penyidikan untuk datang menghadiri panggilan kepolisian”, tambahnya.

Atas peristiwa diatas, kami menyatakan keberatan dengan alasan-alasan berikut:

  1. Tidak ada alasan mengapa ketiganya harus ditahan dan tidak ada bukti ketiganya akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana.

Pasal 21 (1) KUHAP menyatakan; “Perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana”.

Pasal 20 KUHAP menyatakan; “untuk kepentingan penyidikan, penyidik atau penyidik pembantu atas perintah penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 berwenang melakukan penahanan”. Oleh karenanya penahanan adalah untuk kepentingan penyidikan bukan hal lainnya. Karena setiap mendapat panggilan ketiganya selalu kooperatif maka tujuan penahanan ini tidak ada.

  1. Penahanan harus berdasarkan bukti yang cukup. Putusan MK dalam perkara nomor 21/PUU-XII/2014 dinyatakan frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” yang tertuang dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP harus dimaknai sebagai “minimal dua alat bukti” yang termuat dalam Pasal 184 KUHAP. Pertanyaan tentang 2 alat bukti apa yang telah dimiliki penyidik tidak dapat dijelaskan kepada kuasa hukum.
  2. Apa yang dituduhkan kepada ketiganya terkait dengan keyakinan yang bersngkutan yang mereka telah diuraikan dalam berita acara pemeriksaan masing-masing. Sesuai konstitusi Indonesia adalah negara hukum yang demokratis dan memiliki UU terkait HAM maka keyakinan beragama atau berkeyakinan dijamin. Oleh karenanya penentuan ketiganya sebagai tersangka dan penahanan tersebut merupakan kriminalisasi terhadap kebebasan beragama berkeyakinan.

Berdasarkan hal-hal di atas, tim kuasa hukum meminta:

  1. Kepada penyidik dan Kabareskrim untuk segera mengeluarkan ketiga korban dari tahanan demi hukum.
  2. Kepada Kapolri untuk menjalankan wewenangnya sebagai pimpinan tertinggi Polri mengawasi penyidikan terhadap ketiga orang di atas dan memerintahkan dikeluarkannya korban dari tahanan demi hukum.
  3. Kepada Presiden sebagai pimpinan Kapolri untuk mengawasi jalannya penyidikan termasuk penahanan ini.

Jakarta, 26 Mei 2016

Tim Kuasa Hukum

Narahubung:
Asfinawati (08128218930); Fati Lazira (085275371525); Atika (081383399078); Ainul (085277008689)

LBH KBR - Yayasan Satu Keadilan

Abai Terhadap Hak Rakyat, Bupati Bogor Harus Mundur

[bogor-engingengnews] Menyikapi adanya desakan warga perumahan umum villa nusa indah Kabupaten Bogor untuk pindah administrasi kewilayah Bekasi, hal ini sangat disayangkan oleh Direktur Eksekutif LBH Keadilan Bogor Raya Fatiatulo Lazira, SH.

Kepada engingengnews.com, Direktur LBH KBR, Fati menegaskan, Keinginan warga Perum Villa Nusa Indah untuk pindah administrasi ke wilayah Bekasi merupakan bentuk protes atas buruknya kinerja Pemkab Bogor yang selama ini abai terhadap penderitaan warganya. Praktik ketidakadilan sosial yang dialami oleh warga yang secara geografis terletak di perbatasan dengan daerah lain ini, harus segera dihentikan dan dicari solusi terbaik.

“Ironi, dengan motto sebagai Kabupaten Termaju di Indonesia, tapi ada sebagian warganya ingin pindah administrasi kekota lain,” kata Fati, selasa (24/5/2016).

Advokat muda ini kembali menegaskan DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat, tidak boleh pasif dan hanya menyaksikan protes warga tersebut. Wakil rakyat harus aspiratif, kinerja Bupati Bogor perlu dievaluasi
Kewenangan DPRD untuk mengevaluasi, secara atributif diberikan oleh UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dimana DPRD memiliki hak interpelasi, hak angket, hak menyatakan pendapat, bahkan termasuk memakzulkan Bupati sekalipun.

“Bupati Nurhayanti, terkesan putus asa memimpin Kabupaten Bogor, Pilihannya hanya dua, mengundurkan diri atau dimakjulkan oleh DPRD,” tegas fati.

LBH KBR menilai, pertama, selama dua tahun berturut-turut, angka SILPA (Sisa Lebih Perhitungan Anggaran) Kabupaten Bogor yang begitu besar mencapai 1,1 Triliun, menjadi penyebab tidak berjalannya pembangunan, khususnya pembangunan fisik. Kedua, perlunya evaluasi rutin terhadap kinerja program-program SKPD.

Oleh karena itu, LBH KBR mendorong agar Bupati Bogor segera mengakomodir keluhan warga Perum Villa Nusa Indah demikian juga dengan daerah-daerah lainnya. Momentum protes yang sudah disorot secara nasional ini harus digunakan sebagai bentuk evaluasi secara menyeluruh.

“DPRD perlu bersinergi dengan Bupati, dan bila perlu menggunakan kewenangannya apabila kinerja Bupati Bogor dinilai buruk;” pungkasnya.(boy/001)

Sumber: engingengnews.com

LBH KBR - Yayasan Satu Keadilan

LBH KBR: Kejaksaan Harus Ungkap Pihak Yang “Turut Serta” Dalam Kasus Angkahong

,

Jika benar ada pejabat teras Kota Bogor yang disebutkan “turut serta” dalam kasus dugaan korupsi Angkahong sebagaimana terkuak dalam dakwaan yang teregister dengan No. Reg. Perk: PDS-03/BOGOR/03/2016, demi proses penegakan hukum transparan dan akuntabel, maka nama tersebut harus diungkap ke publik.

Sebagaimana diberitakan, kasus dugaan korupsi mark-up atas pembelian lahan Angkahong oleh Pemerintah Kota Bogor sebesar Rp. 43,1 Miliar, terungkap didakwaan yang beredar telah mengakibatkan Kerugian Keuangan Negara, dalam hal ini Pemerintah Kota Bogor, sebesar Rp. 38.400.533.057 (tiga puluh delapan milyar empat ratus juta lima ratus tiga puluh tiga ribu lima puluh tujuh rupiah).

Selama hampir 1 (satu) tahun lebih kasus ini bergulir, sejak bulan sejak Desember 2014 lalu, Kejaksaan Negeri Kota Bogor sudah memeriksa puluhan orang, dan pada akhirnya baru menetapkan 3 (tiga) orang tersangka, yakni: HYP (Ketua Tim Pengadaan Tanah Skala Kecil/PA/PPK/Kepala Kantor Koperasi dan UMKM Kota Bogor, IG selaku Camat Tanah Sareal/PPTAS/Anggota Tim Pengadaan Tanah Skala Kecil, RNA (Appraisal) dan KHA.

Kasus korupsi di Kota Bogor yang telah menyita perhatian publik ini, dengan tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah, para pihak yang terlibat, baik sebagai aktor intelektual maupun pelaku, harus diungkap masing-masing perannya demi tegaknya proses penegakan hukum yang transparan dan akuntabel. Kasus korupsi ini cukup terencana dan teroganisir. Hal ini dapat kita lihat dari rentang waktu antara tanggal 5 Agustus 2014 s/d 31 Desember 2014 atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam tahun 2014 sebagaimana terkuak dalam dakwaan Jaksa.

Oleh karenanya, LBH Keadilan Bogor menyatakan sikap:

  1. Mendesak Kejaksaan Negeri Kota Bogor, dengan tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah agar mengungkapkan ke publik nama-nama tersangka dan yang “turut serta” sebagaimana disebutkan dalam dakwaan Jakaa tersebut;
  2. Mendesak Kejaksaan untuk mengusut proses penganggaran di DPRD Kota Bogor mengingat rentang waktu yang disebutkan dalam dakwaan adalah masa-masa pembahasan proses pembelian lahan Angkahong antara DPRD Kota Bogor dengan Pemerintah Kota Bogor.

Demikian siaran pers ini kami sampaikan, atas perhatian dan kerjasamanya, kami ucapkan terima kasih.

Bogor, 20 Mei 2016

LBH Keadilan Bogor Raya

Badan Pengururus

FATIATULO LAZIRA, S.H.
Direktur Eksekutif

Narahubung: 085275371525 (Fatiatulo Lazira)

LBH KBR - Yayasan Satu Keadilan

LBH KBR: Cabut Kesepakatan Pelarangan Renovasi Masjid Al Furqon di Kabupaten Sukabumi

,

Adili Para Pejabat Yang Melakukan Pelanggaran

Kasus pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB) terhadap Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) oleh Kepala Desa Parakan Salak, Kec. Parakan Salak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, yang didukung oleh sejumlah unsur Musyawarah Pimpinan Kecamatan (Muspika) Kec. Parakan Salak, merupakan pelanggaran terhadap konstitusi sekaligus kejahatan jabatan, oleh karenanya harus ditindak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku di Indonesia! Sekaligus kami mengutuk keras tindakan pengusiran terhadap Pembela Umum LBH Keadilan Sukabumi Raya (LBHKSR) dan aktivis Fupolis (Forum Pemuda Lintas Iman) Sukabumi.

Senin (25 April 2016), Kepala Desa Parakan Salak, Budi Sunardi mengeluarkan Surat Himbauan dengan Surat No. 140/15/IV/2016, agar JAI menghentikan pembangunan masjid Al Furqon.

Rabu (27 April 2016), bertempat di Aula Kec. Parakan Salak, Muspika mendesak JAI untuk menandatangani kesepakatan penghentian renovasi masjid Al Furqon. Akhirnya, dalam keadaan yang tertekan, JAI menandatangani kesepakatan tersebut. Beberapa pendamping JAI diusir dari rapat, antara lain Pembela Umum dari LBH Keadilan Sukabumi Raya (LBH KSR) dan aktivis Fupolis (Forum Pemuda Lintas Iman) Sukabumi.

Pelarangan kebebasan beragama dan berkeyakinan telah melanggar UUD NRI Tahun 1945, yang menjamin hak setiap orang untuk bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya. Demikian juga dengan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang secara spesifik menegaskan bahwa urusan agama ialah urusan pemerintah pusat, sehingga tindakan Kepala Desa dan Muspika sebagai pejabat pemerintahan ialah Perbuatan Melawan Hukum oleh Penguasa (Onrechtmatige Overhidsdaad). Di sisi lain, oleh karena Kepala Desa dan Muspika Parakan Salak tidak memiliki kewenangan, maka tindakan mendesak JAI menghentikan pembangunan masjid Al Furqon dapat dikualifikasi sebagai kejahatan jabatan karena menyalahgunakan kekuasaan memaksa seseorang untuk melakukan sesuatu, sehingga dapat dipidana.

Berdasarkan hal-hal tersebut, kami mendesak:

  1. Cabut segera kesepakatan penghentian renovasi masjid al fuqron, sebab kesepakatan tersebut cacat hukum dan melawan hukum. Merujuk pada Pasal 1320 KUHPerdata, seharusnya setiap kesepakatan yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan Undang-undang. Akan tetapi kesepakatan yang dibuat melanggar UD NRI Tahun 1945, UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU NO. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dan peraturan lainnya sehingga “batal demi hukum”;
  2. Mendesak agar penegak hukum melakukan penyelidikan terhadap Kepala Desa Parakan Salak dan Muspika Parakan Salak, sekaligus menindak sesuai aturan yang berlaku;
  3. Mendesak agar Presiden RI memerintahkan Bupati menjatuhkan sanksi kepada Kepala Desa Parakan Salak dan Muspika Parakan Salak, Sukabumi.

Demikian siaran pers ini kami sampaikan, atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan terima kasih.

Bogor, 28 April 2016

LBH Keadilan Bogor Raya

FATIATULO LAZIRA, S.H.
Direktur Eksekutif

Narahubung: 0852 7537 1525 (Fati Lazira)

LBH KBR - Yayasan Satu Keadilan

LBH KBR bakal Seret Kepala DKP ke Penjara

METROPOLITAN.ID | KEMANG – Tidak adanya tindak lanjut Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kabupaten Bogor yang memberhentikan sepihak tujuh orang pegawainya, membuat Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum Keadilan Bogor Raya (LBH KBR) Fatiatulo Lazira angkat bicara. Menurutnya, kepala dinas belum menunjukkan itikad baik untuk mempekerjakan kembali para pegawainya tersebut.

“Sewaktu kami beraudinesi, kepala dinas berjanji mempertim­bangkan keputusannya mempekerjakan kembali pegawainya,” ujar Fatiatulo kepada Metropolitan di Kantor LBH KBR di Desa Parakansalak, Kecamatan Kemang, kemarin.

Ia menjelaskan dasar pemberhentian para pekerja di DKP Kabupaten Bogor pun telah melanggar hukum pidana. Sebab, dasar pemberhentian para pekerja bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan. “Sejak 29/01 2016 tujuh pekerja diberhentikan secara sepihak,” tuturnya.

Fatiatulo menerangkan dalam surat tanggapan kepala DKP Kabupaten Bogor No 880/828-DKP perihal klarifikasi pemberhentian kerja petugas kebersihan, pihaknya menilai sangat subjektif dan sarat muatan politis yang telah melanggar hukum. “Kami ingin kepala DKP Kabupaten Bogor segera memberi kepastian hukum agar hak-hak pekerja terpenuhi sesuai konstitusi,” pungkasnya.(yos/b/yok/run)

Sumber: metropolitan.id