Posts

Logo YSK Satu Keadilan

YSK: Mengugat SK Bupati Bogor, Kembalikan Kedaulatan Rakyat Atas Pengelolaan Sumber Daya Alam

,

Dua orang perwakilan warga Desa Antajaya, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Bogor, Erwin Irawan dan Muhammad Amir menggugat Surat Keputusan (SK) Bupati Bogor yang memberikan ijin kegiatan pertambangan di wilayah Gunung Kandaga yang terletak di Desa Antajaya, Kecamatan Tanjung sari, Kabupaten Bogor. Para penggugat menuntut Bupati Bogor segera mencabut SK eksploitasi perusahaan Primkokar Perhutani yang melakukan kegiatan pertambangan di wilayah Gunung Kandaga. selain itu, para penggugat menuntut pemulihkan hak-hak warga atas lingkungan hidup yang telah rusak akibat beroperasinya perusahaan tersebut.

Gugatan dua warga Desa Antajaya tersebut telah teregister dengan No. Perkara: 155/G/2015/PTUN.BDG, dengan objek sengketa berupa SK Bupati Bogor No. 541.3/051/Kpts/ESDM/2011 tentang Penyesuaian Surat Izin Usaha Pertambangan Daerah (SIPD) Eksploitasi Menjadi Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi Atas Nama Koperasi Primer Karyawan Perum Perhutani (Primkokar Perhutani) tertanggal 21 Januari 2011. Gugatan warga ini telah dibacakan pada sidang perdana (Selasa, 7/12/2015) oleh Penggugat melalui kuasa hukumnya dari Yayasan Satu Keadilan, LBHKBR dan LBH Bandung. Pada hari ini, Selasa, 15/12/ 2015 Bupati Bogor selaku Tergugat diagendakan akan menyampaikan jawaban atas gugatan warga tersebut di PTUN Bandung.

Sugeng Teguh Santoso, S.H, dalam kedudukannya sebagai salah satu kuasa hukum para penggugat menyampaikan bahwa gugatan ini bertujuan untuk meminta pertanggungjawaban pemerintah yang diduga telah mengeluarkan ijin tanpa mempertimbangkan pemenuhan hak-hak dasar warga. Akibat beroperasinya Perusahaan di wilayah pengunungan kandaga telah mengakibatkan rusaknya sumber-sumber penghidupan warga, khususnya sumber daya air bersih. Melalui gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung ini lah, legalitas beroperasinya perusahaan akan diuji, ungkap Sugeng yang juga merupakan Ketua Yayasan Satu Keadilan.

“Objek sengketa ini telah melanggar hak-hak kami, atas lingkungan hidup yang sehat dan bersih. Mengancam keberlangsungkan kehidupan, karena salah satu sumber kebutuhan, berupa air, terletak di wilayah Gunung Kandaga tersebut. Tanah longsor dan kerusakan lingkungan lainnya mengancam kehidupan kami”. Oleh karena itu, Majelis Hakim yang memeriksa gugatan ini harus obyektif dan tidak mengabaikan hak-hak rakyat”, tegas Muhammad Amir, salah satu penggugat.

Berdasarkan hasil investigasi LBHKBR, penerbitan SK Bupati Bogor itu diduga tidak memenuhi ketentuan hukum. Gugatan di PTUN, selain untuk mendorong perlindungan dan pemenuhan hak-hak warga atas lingkungan, juga untuk mengingatkan Bupati Bogor agar tidak sewenang-wenang mengeluarkan ijin, apalagi jika ijin tersebut bersentuhan langsung dengan kepentingan mendasar warga.

Beroperasinya perusahaan tambang di Desa Antajaya ini telah menimbulkan dampak buruk bagi kehidupan warga setempat, termasuk terjadinya kriminalisasi terhadap salah satu aktivis lingkungan, Muhamad Miki. Sebelumnya, pada Kamis, 3 Desember 2015, Majelis Hakim pada Pengadilan Negeri Cibinong telah menggugurkan seluruh dakwaan dan tuntutan jaksa Penunut Umum (JPU) terhadap Muhammad Miki. Putusan tersebut juga merupakan fakta bahwa pihak penegak hukum (polisi dan jaksa) telah melakukan kriminalisasi terhadap pembela hak-hak masyarakat, Muhammad Miki.

Demikian release ini kami sampaikan, atas perhatian dan kerjasamanya diucapkan terimakasih.

Bogor, 15 Desember 2015

Atasnama Kuasa Hukum Warga

Yayasan Satu Keadilan

Sugeng Teguh Santoso, S.H.
Ketua

Logo YSK Satu Keadilan

YSK: Putusan Bebas Majelis Hakim Terhadap Muhammad Miki

,

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Cibinong telah menjatuhkan putusan bebas terhadap Muhamad Miki, aktivis lingkungan hidup yang menjadi korban kriminalisasi aparat penegak hukum di Kabupaten Bogor. Putusan tersebut dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim, Nusi, S.H, M.H. di Pengadilan Negeri Cibinong, Kamis, 3 Desember 2015.

Atas putusan tersebut Yayasan Satu Keadilan menyampaikan apresiasi kepada Mejelis Hakim yang telah menyidangkan kasus tersebut. Putusan bebas kepada Muhammad Miki merupakan kemenangan rakyat yang berjuang melawan kesewenangan aparat yang menggunakan hukum sebagai dasar mengkriminalisasi para pejuang hak asasi manusia, ungkap Ketua Yayasan Satu Keadilan, Sugeng Teguh Santoso, S.H.

Majelis Hakim telah menggugurkan seluruh isi dakwaan dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum dengan menyatakan bahwa Terdakwa Muhammad Miki tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana Penyertaan dalam Pencurian dengan Pemberatan sebagaimana isi pasal 363 ayat (1) Ke-4 KUHP Jo Pasal 56 Ke-2 KUHP.

Muhammad Miki bersama warga di Kampung Kebon Jambe RT. 006 / RW. 002 Desa Antajaya Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Bogor berjuang menentang aktivitas pertambangan yang dilakukan oleh beberapa perusahaan di Gunung Kandaga, yang terletak di wilayah Desa Antajaya. Penolakan itu dilakukan oleh warga karena ancaman kerusakan lingkungan hidup dan rusaknya sumber air akibat eksploitasi dari perusahaan.

Usaha perusahaan menghentikan perlawanan warga dengan melaporkan kepada pihak kepolisian, akhirnya pada tanggal 11 Agustus 2015, Muhammad Miki ditangkap dan ditahan sewenang-wenang dengan tuduhan pencurian barang milik perusahaan. Tidak hanya mengriminalisasi Miki, pihak perusahaan terus melakukan intimidasi terhadap warga lainnya yang menolak keberadaan perusahaan di Desa Antajaya.

Selama 4 (empat) bulan Muhammad Miki mendekam dalam penjara karena tuduhan rekayasa tersebut. Hari ini, setelah putusan bebas Majelis Hakim, akhirnya Muhammad Miki akan kembali dalam barisan perjuangan bersama warga melawan ketidak-adilan dan kesewenangan perusahaan dan aparat.

Putusan bebas terhadap Muhammad Miki membuktikan bahwa aparat penegak hukum (polisi dan jaksa) telah memaksakan proses hukum. Dengan dalil pasal-pasal KUHP, mereka mengkriminalisasi warga yang menuntut haknya atas sumber daya alam.

Dalam amar putusannya, Majelis Hakim memerintahkan kepada Negara untuk memulihkan nama baik Muhammad Miki dari segala tuduhan dalam isi materi dakwaan jaksa penuntut umum.

Yayasan Satu Keadilan mendesak agar seluruh pihak yang terkait untuk segera menjalankan perintah Majelis Hakim. Putusan ini hendaknya menjadi dasar bagi Komisi Kepolisian, Komisi Kejaksaan dan Komnas HAM untuk memulai penyelidikan atas dugaan telah terjadinya pelanggaran hukum dan hak asasi manusia yang dilakukan oleh Pihak Kepolisian dan Kejaksaan dalam rekayasa perkara Muhammad Miki.

Demikian siaran pers ini kami sampaikan, atas perhatian dan kerjasamanya yang baik, kami ucapkan terimakasih.

Bogor, 3 Desember 2015

Yayasan Satu Keadilan

Sugeng Teguh Santoso, S.H.
Ketua

pic1-Pengaduan ke Komnas HAM - Muhammad Miki - Yayasan Satu Keadilan

Keluarga Miki Korban Penangkapan Paksa Minta Perlindungan Komnas HAM

  • Keluarga korban penangkapan paksa Muhammad Miki (kanan) saat mendatangi kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada hari Selasa (8/9) Jalan Latuharhary, Jakarta Pusat untuk minta perlindungan hukum dan HAM. Muhammad Miki (17) merupakan salah satu warga desa Antajaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat ditangkap paksa oleh aparat dari Polres Bogor karena aktif menolak keberadaan perusahaan tambang yang dianggap berdampak merusak kehidupan desanya dengan tuduhan pasal 170 dan 363 KUHP. (Foto-foto: Dedy Istanto)

    pic1-Pengaduan ke Komnas HAM - Muhammad Miki - Yayasan Satu Keadilan
  • Komisioner Komnas HAM, Maneger Nasution, (tengah) bersama stafnya saat menerima keluarga korban Muhammad Miki di Ruang Pengaduan Asmara Nababan untuk menyampaikan kronologi penangkapan yang dilakukan aparat Polres Bogor.

    pic2-Pengaduan ke Komnas HAM - Muhammad Miki - Yayasan Satu Keadilan
  • Paman korban Karim (kiri) saat menceritakan proses kejadian penangkapan Muhammad Miki di hadapan komisioner Komnas HAM, Maneger Nasution, di kantor Komnas HAM Jakarta Pusat.

    pic3-Pengaduan ke Komnas HAM - Muhammad Miki - Yayasan Satu Keadilan
  • Komisioner Komnas HAM, Maneger Nasution, (kanan) saat memberi salam kepada adik kandung Muhammad Miki, Ina, (kanan) usai mengadukan kepada Komnas HAM untuk minta perlindungan hukum dan HAM atas proses penangkapan yang dilakukan oleh aparat Polres Bogor.

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Keluarga korban penangkapan dan penahanan paksa, Muhammad Miki (17), mendatangi kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk meminta perlindungan pada hari Selasa (8/9) di Jalan Latuharhary, Jakarta Pusat. Miki adalah salah satu warga Kebon Jambe, Desa Antajaya, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat yang ditangkap secara sewenang-wenang pada hari Selasa, (11/8) dan ditetapkan langsung sebagai tersangka oleh penyidik Polisi Resort (Polres) Cibinong, Kabupaten Bogor.

Penangkapan dilakukan berawal dari proses kegiatan serta aksi Miki yang merupakan pegiat lingkungan. Sejak tahun 2014 ia aktif menolak kehadiran perusahaan tambang yang akan mengeksplorasi wilayah Desa Antajaya. Aksi penolakan tersebut akhirnya berbuntut pada penangkapan serta penahanan dengan tuduhan pasal 170 dan 363 Kitab Undang Undang Hukum Perdana (KUHP).

Menurut kesaksian Ina, adik kandung Miki, yang menceritakan kronologi penangkapan, kejadian tersebut terjadi pada sore hari sekitar pukul 16.30 WIB di rumahnya. Ada tiga orang datang mengaku sebagai aparat polisi. Ina menyampaikan ketiga aparat tersebut mengenakan pakaian preman, sambil membawa senjata api dan langsung membawa Miki ke dalam mobil, tanpa ada surat penahanan dan juga pendampingan.

Melihat kondisi itu Ina dan keluarga korban serta kerabat meminta perlindungan Komnas HAM atas Muhammad Miki dengan mendatangi langsung ke Polres Bogor, Jawa Barat.

Pihak keluarga juga meminta untuk dilakukan invesitigasi dengan mendatangi langsung ke lokasi kejadian atas adanya dugaan pelanggaran HAM dalam proses penangkapan dan penahanan Miki. Selanjutnya meminta Komnas HAM untuk memanggil pihak terkait dari Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Bupati Bogor, Polres Cibinong serta pihak terkait lainnya untuk mengklarifikasi izin dari perusahaan tambang tersebut. Dan terakhir memberikan perlindungan hukum dan HAM kepada warga desa Antajaya yang saat ini masih memperjuangkan wilayahnya dibebaskan dari keberadaan perusahaan tambang tersebut.

Proses pengaduan dan permintaan tersebut diterima langsung oleh komisioner Komnas HAM, Maneger Nasution, di ruang pengaduan Asmara Nababan. Nasution menyampaikan proses pengaduan akan segera diproses, untuk sementara dengan melakukan pengumpulan data dari keterangan korban serta keluarga atas penangkapan itu. “Kami akan mengirimkan surat kepada Kepala Polisi Resort (Kapolres) Bogor secepatnya, dan segera untuk mendatangi langsung korban Muhammad Miki disana,” ujarnya.

Editor : Eben E. Siadari
Sumber : satuharapan.com

Siaran Pers Kriminalisasi Miki - Yayasan Satu Keadilan

Siaran Pers Bersama: Stop Kriminalisasi Aktivis Lingkungan, Segera Bebaskan Muhammad Miki

,

Muhamad Miki (27), atau biasa disapa Miki, aktivis lingkungan hidup sekaligus warga Kampung Kebon Jambe; RT/RW 006/002; Desa Antajaya; Kecamatan Tanjungsari; Kabupaten Bogor, ditangkap pada tanggal 11 Agustus 2015 oleh Kepolisan Resor Bogor di rumahnya tanpa surat penangkapan dan tanpa mengetahui alasan penangkapan. Dirinya ditodong dengan pistol, lalu digiring ke Kepolisian Resor Bogor. Pada hari yang sama, dirinya ditahan, diperiksa tanpa didampingi penasehat hukum, kemudian ditetapkan sebagai Tersangka.

Penangkapan Miki didasarkan pada Laporan Polisi No. LP/B/359/IV/2015/JBR/RES BGR, tanggal 18 April 2015, dengan dugaan melanggar Pasal 363 KUHP juncto 170 KUHP. Merujuk pada fakta-fakta di lapangan, tuduhan tersebut kabur. Tuduhan bahwa Miki melanggar Pasal 363 KUHP, yakni pencurian dengan pengrusakan adalah upaya kriminalisasi, sebab pada faktanya, Miki bersama-sama dengan warga pada saat kejadian sebagaimana yang dituduhkan justru mengamankan kabel yang diduga bahan peledak, kemudian diserahkan kepada Kepolisian setempat yang ikut bersama-sama dengan warga. Kabel tersebut dibawa oleh Kepolisian. Demikian halnya tuduhan Pasal 170 KUHP yang juga tidak dapat dibuktikan kebenarannya, sehingga patut diduga sebagai bentuk kriminalisasi, yangmana penetapan tersangka, pemeriksaan dan penangkapannya sangat bertentangan dengan aturan hukum yang ada.

Siaran Pers Kriminalisasi Miki - Yayasan Satu Keadilan

Untuk diketahui, Miki adalah salah satu aktivis yang pro aktif menolak keberadaan beberapa perusahaan tambang yang ingin menambang salah satu gunung di wilayah Desa Antajaya, yakni Gunung Kandaga. Penolakan itu dilatarbelakangi, mengingat Gunung Kandaga ialah sumber kehidupan warga, terutama sumber air; kayu hutan; dan lain-lain. Air untuk kehidupan sehari-hari warga.

Sebagaimana pernah disosialisasikan kepada warga setempat, perusahaan-perusahaan tersebut akan menambang 7 (tujuh gunung) dan diawali dengan menambang Gunung Kandaga. Ketujuh gunung tersebut berada di wilayah Kabupaten Bogor dan persis berada di bawah kaki Gunung Sangga Buana sebagai salah satu gunung terbesar serta termasuk gunung purbakala di Kabupaten Bogor.

Berdasarkan fakta-fakta dan uraian peristiwa tersebut, kami menduga bahwa penangkapan dan penahanan serta penetapan Muhamad Miki sebagai Tersangka adalah upaya membungkam perlawanan warga secara keseluruhan, bentuk intimidasi melalui cara-cara kriminalisasi, agar perusahaan bebas tanpa hambatan menghisap dan merampas sumber kehidupan warga. Bahkan, berdasarkan keterangan warga dan beberapa data yang disampaikan kepada LBH-KBR, ijin untuk melakukan penambangan itu sarat koruptif serta manipulatif.

Dokumen Perizinan Cacat Hukum

Rekomendasi Bupati Bogor atas UKL-UPL kegiatan pertambangan galian C (andesit) blok gunung kandaga oleh Primkopkar Perhutani cacat hukum. Selain tidak memiliki izin lingkungan, pertambangan merupakan Kriteria usaha dan/atau kegiatan berdampak penting yang wajib dilengkapi dengan AMDAL karena mengubah bentuk lahan dan bentang alam serta mengeksploitasi sumber daya alam. Oleh karena itu dokumen UKL – UPL sebagaimana rekomendasi Bupati harus batal demi hukum. Hal tersebut juga diatur dalam UU 4/2009 tentang pertambangan bahwa setiap IUP (eksplorasi dan operasi produksi) wajib memuat dokumen tentang AMDAL.

Sementara itu terkait dengan penggunaan kawasan hutan untuk kegiatan diluar kehutanan, surat rekomendasi permohonan dan pertimbangan teknis dari gubernur/dinas kehutanan(planologi) provinsi, bupati dan BKPH wilayah XI Jawa – Madura tidak dapat dijadikan dasar penggunaan kawasan hutan sebelum terbitnya izin pinjam pakai yang dikeluarkan oleh kementrian kehutanan.

Oleh karena (1) Pasal 66 UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH), telah menjamin perlindungan hukum bagi aktivis lingkungan hidup, yakni bahwa setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata; (2) tidak ada seorangpun dapat ditangkap, ditahan serta ditetapkan sebagai Tersangka secara sewenang-wenang; (3) tidak ada seorangpun dapat dilanggar hak asasinya, maka kami mendesak beberapa hal sebagai berikut:

  1. Kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor, agar segera menghentikan dan mencabut izin usaha pertambangan (IUP} kegiatan perusahaan yang melakukan penambangan gunung di wilayah Kabupaten Bogor karena cacat hukum, khususnya Gunung Kandaga dan 7 (tujuh) gunung lainnya yang menjadi sumber kehidupan warga setempat;
  2. Kepada Kepolisan Resor Bogor, agar segera membebaskan saudara Muhamad Miki karena prosedure dalam melakukan penahanan dan penetapan tersangka cacat hukum yang cenderung undue process of law, dan bila mendasar pada pasal 66 UU No. 32 Tahun 2009, maka apa yang dilakukan Muhamad miki adalah sebuah upaya untuk melindungi lingkungan hidup agar tidak terjadi pencemaran, sehingga jelas muhamad miki tidak dapat dituntut secara pidana dalam upayanya melindungi lingkungan hidup;
  3. Kepada semua pihak, agar terlibat secara aktif menghentikan kegiatan-kegiatan pertambangan yang semakin merusak lingkungan dan merusak kehidupan umat manusia.

Demikian siaran pers ini kami sampaikan, atas perhatian dan kerjasamanya yang baik, kami ucapkan terimakasih.

Jakarta, 3 September 2015

Lembaga Bantuan Hukum Keadilan Bogor Raya (LBH-KBR),
Wahana Lingkungan Hidup (WALHI), Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Wahana Lingkungan Hidup (WALHI),
Yayasan Lembaga Bantaun Hukum Indonesia (YLBHI), SPRI

LBH KBR - Yayasan Satu Keadilan

LBH KBR: Penahanan Sewenang-Wenang Terhadap Aktivis Lingkungan, LBHKBR Pra Peradilankan Polisi

Penangkapan yang disertai dengan penahanan secara sewenang-wenang oleh Kepolisian Resort Bogor terhadap Muhamad Miki, warga Kampung Kebon Jambo, RT/RW 006/002 Desa Antajaya Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Bogor, adalah pelanggaran hak asasi manusia, sekaligus mengukuhkan bahwa selama ini reformasi di tubuh polri gagal.

Penangkapan Miki, sapaan akrab Muhamad Miki, bukanlah peristiwa yang berdiri tunggal. Sebelumnya, Miki yang sering terlibat dalam aksi demontrasi menolak keberadaan tambang galian C di wilayah Antajaya Kabupaten Bogor itu, pernah terlibat bentrok dengan aparat yang mengawal kegiatan penambangan. Bentrokan itu menjadi alasan penangkapan Miki. Ia dituduh menganiaya. Di Polres Cibinong, tuduhan yang dialamatkan ke Miki, lain. Ia dituduh melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

Tuduhan itu kabur, sebab Miki tidak pernah merasa mencuri. Tetapi Miki dituduh mencuri kabel milik salah satu perusahaan tambang di Atangjaya. Jika itu yang dituduh, maka tuduhan itu keliru! Menurut Miki, pada bulan April 2015, dirinya bersama-sama warga pernah mencopot secara paksa patok dan kabel yang mengelilingi Gunung Kandaga di wilayah Antajaya, karena diduga alat peledak yang bisa berakibat fatal pada kehidupan warga apabila diledakkan dan kemudian diserahkan Oleh Miki dan Warga Kepada Polsek Cariu. Patok dan kabel itu pun, telah diserahkan kepada aparat kepolisian setempat. Apakah itu yang dituduh mencuri?

Pada hari Selasa, 11 Agustus 2015, di Polres Bogor, Miki diperiksa dari Jam 7 malam hingga jam 2 malam tanpa didampingi penasehat hukumnya. Pada saat yang sama, Miki ditetapkan sebagai tersangka. Prosedur penangkapan, penahanan, pemeriksaan dan tuduhan yang dialamatkan kepada Miki tak berdasar. Lebih terkesan kriminalisasi pejuang hak-hak rakyat, daripada menegakkan hukum. Oleh karenanya, LBHKBR yang ditunjuk Miki sebagai Penasehat Hukumnya, mengajukan gugatan praperadilan atas penetapan tersangka tersebut. Tujuannya, agar Miki mendapatkan keadilan. Agar setiap orang tidak diperlakukan sewenang-wenang oleh aparat. Dan agar siapapun, punya kebebasan untuk menyoal, mengkritik, serta melawan kesewenang-wenangan.

Atas Upaya Paksa yaitu penangkapan yang tanpa menunjukan surat perintah penangkapan dan Penetapan Tersangka Oleh Miki yang dilakukan Polres Bogor tanpa sebelumnya memanggil Miki untuk dimintai keterangan, sebagaimana diatur didalam Pasal 18 ayat (1) dan ayat (3) UNDANG-UNDANG NOMOGR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA Jo. Pasal 36 ayat (1) Perkap No. 14 Tahun 2012 sebagaimana ditegaskan di dalam Putusan MK Nomor 21/PUU-XII/2014, maka pada tanggal 24 Agustus 2015, LBH Keadilan Bogor Raya telah mengajukan Permohonan Praperadilan atas Tindakan Polres Bogor ke PN Cibinong yang teregister dengan Nomor 04/Pid.Pra/15 PN Cbn Tertanggal 24 Agustus 2014.

Disamping itu LBH KBR selaku Penasehat Hukum dari Miki, juga mengajukan surat keberatan dan penolakan atas pemeriksaan yang dilakukan Miki pada malam hari tanpa didampingi dengan Surat Nomor 133/LBH-KBR/SK/VIII/215, karena itu jelas bertentangan dengan pasal 117 ayat 1 UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA Jo. pasal 38 ayat 2 huruf d Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2009.

LBHKBR juga menyatakan siap mengadvokasi warga Antajaya untuk mencari keadilan atas Sumber Daya Alam (SDA) di lingkungannya yang dirampas oleh perusahaan-perusahaan, baik dengan cara-cara legal maupun ilegal. Penangkapan Miki hanyalah bagian dari persoalan yang lebih besar, yakni perampasan SDA. Praktik perampasan di Antajaya, seperti penggalian Gunung Kandaga, sudah lama berlangsung. Demontrasi juga terus berlangsung, tetapi pemerintah diam. Warga menilai, aparat dan pemerintah, berpihak pada pemodal, bukan pada kepentingan rakyat.

Merujuk pada fakta tersebut, LBHKBR juga mendesak agar Pemerintah Kabupaten Bogor, tidak mendiamkan dan melakukan pembiaran terhadap persoalan di Atajaya, yang sewaktu-waktu bisa menimbulkan konflik ditengah-tengah masyarakat sendiri. Ketulian, kebisuan, yang selama ini menjadi karakter Pemkab Bogor dalam menanggapi jerit dan tangis rakyatnya, harus diakhiri.

Demikian press release ini kami sampaikan, atas perhatian dan kerjasamanya, kami ucapkan terimakasih.

25 Agustus 2015

LBH Keadilan Bogor Raya

Prasetyo Utomo, S.H.
Direktur Eksekutif

Aksi Warga Kandaga Antajaya - Yayasan Satu Keadilan

Protes Perusahaan Perusak Lingkungan, Aktivis Ditangkap Polres Bogor

,

Penangkapan Syarat Dengan Pelanggaran Untuk Membungkam Kritik Pembela HAM

Muhammad Miki (MM), aktivis lingkungan hidup yang gencar mempersoalkan aktivitas perusahaan penambangan di Gunung Kandaga di tangkap oleh anggota kepolisian dari Polres Pogor pada tanggal 11 Agustus 2015. Penangkapan sewenang-wenang ini menuai protes ratusan warga Kampung Kebon Jambe, RT/RW 006/002 Desa Antajaya Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Bogor. Berdasarkan pengumpulan data yang dilakukan oleh LBHKBR, Miki ditangkap berdasarkan Laporan Polisi No. LP/B/359/IV/2015/JBR/RES BGR, tertanggal 18 April 2015, dengan dugaan melanggar Pasal 363 KUHP dan/atau Pasal 170 KUHPidana, yakni Tindak Pidana Pencurian dengan Pemberatan dan/atau Pengrusakan.

SP Miki - Yayasan Satu Keadilan

Sebelumnya, MM dilaporkan oleh salah satu pemilik perusahaan penambangan di Gunung Kandaga yang terletak di Desa Antajaya atas dugaan pengrusakan. Menurut MM, apabila itu yang dituduhkan, jelas sangat keliru. Dirinya dan beberapa warga hanya mencopot kabel yang diduga alat peledak, lalu diserahkan kembali kepada aparat  setempat.

Lembaga Bantuan Hukum Keadilan Bogor Raya (LBHKBR) yang merupakan Penasehat Hukum MM menilai penangkapan ini sebagai upaya kriminalisasi terhadap aktivis yang memperjuangkan hak-hak masyarakat.

MM termasuk aktivis yang paling vokal menolak keberadaan perusahaan-perusahaan tambang di Gunung Kandaga. Ia dan ratusan warga menolak kegiatan tambang, karena kuatir akan berakibat longsor dan menimbun kampung warga yang berada di kaki Gunung tersebut. Seperti diketahui, Gunung Kandaga merupakan sumber kehidupan warga, terutama Desa Antajaya.

LBHKBR menilai, ada upaya-upaya perusahaan untuk mengintimidasi warga, membungkam perlawanan warga dengan cara-cara menggunakan aparat penegak hukum sebagai alat. Oleh karenanya, LBHKBR bersama warga mendesak agar MM segera dibebaskan, karena tuduhan kepada MM tidak berdasar dan terkesan dipaksakan.

Direktur LBHKBR, Prasetyo Utomo, S.H. menyayangkan sikap Pemerintah Kabupaten Bogor yang hanya diam menanggapi persoalan penambangan Gunung Kandaga di Desa Antajaya ini. #Admin

Muhamad Miki - Yayasan Satu Keadilan

LBH KBR: Penangkapan Warga Antajaya Melanggar Hak Asasi Manusia

,

Senin 11 Agustus 2015, Muhamad Miki, salah seorang warga Kampung Kebon Jambe Desa Antajaya ditangkap pihak Kepolisian atas laporan dugaan pencurian Kabel milik perusahaan penambangan galian c, PT. Gunung Salak Rekanusa (GSR). Penangkapan yang dilakukan secara tiba-tiba tanpa surat pemanggilan sebelumnya dan tanpa menunjukan surat perintah penangkapan saat dilakukan proses penangkapan oleh Polres Cibinong tersebut semakin ganjil ketika diketahui bahwa tidak ada unsur pencurian seperti sebagaimana yang dituduhkan pada pemuda yang getol menolak kegiatan pertambangan yang ijin penambangannya dimiliki oleh PT. Primkopkar di wilayah Antajaya tersebut sebagaimana disebutkan dalam Pasal 362 KUHP.

Pengambilan/ pencopotan kabel tersebut secara spontan dan sengaja dilakukan oleh warga Antajaya karena kekhawatiran mereka jika kabel tersebut ternyata adalah bagian dari alat peledak yang akan digunakan perusahaan yang ijin operasinya masih dipertanyakan oleh warga sekitar area penambangan tersebut untuk kepentingan kegiatan penambangan. Warga Kampung Kebon Jambe yang letaknya persis dibawah area penambangan tersebut takut apabila terjadi longsor akibat proses ledakan. Kekhawatiran itupun semakin bertambah karena tidak adanya sosialisasi dari pihak penambang kepada warga terkait tujuan pemasangan kabel tersebut. Setelah warga mengambil kabel tersebut, warga melaporkannya ke Polsek Cariu dan memberikan secara langsung kabel dan patok tersebut kepada Kapolsek, dan dari keterangan warga pada saat pengambilan kabel, sdr. Miki tidak berada di lokasi, melainkan sedang berada di pos ronda, sehingga aneh bin ajaib, apabila penangkapan dilakukan terhadap orang yang tidak berada di lokasi kejadian.

Sungguh sangat ironis melihat imlementasi hukum di Indonesia yang seharusnya dapat mengayomi masyarakat dari berbagai ancaman kedzaliman tetapi justru malah hukum sendiri yang menjadi alat bagi pemilik kekuasaan untuk melanggengkan kekuasaannya. Apakah Muhamad Miki adalah korban dari tindak Kriminalisasi akibat tindakannya memperjuangkan haknya dan hak masyarakat banyak. Maka dari itu, LBH Keadilan Bogor Raya mendesak:

  1. Bebaskan Muhamad Miki karena sebagaimana diatur dalam KUHAP dan juga PERKAP Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana, tindakan anggota Polisi dalam melakukan penahanan terhadap Muhamad Miki tidak sesuai mekanisme dan Prosedur antara lain: pelaksanaan penangkapan dilakukan Polisi tidak dengan memperlihatkan surat tugas serta memberikan kepada tersangka surat perintah penangkapan; dan polisi tidak menunjukan identitas diri sebagai anggota kepolisian, sehingga daam wakti 1×24 jam, keluarga dari miki resah akibat tidak ada kejelasan mengenai siapa yang membawa miki.
  2. Batalkan Penetapan Tersangka Terhadap Miki, mengingat penetapan tersangka didasarkan pada pemeriksaan yang tidak memperhatikan hak-hak dasar manusia yang dilakukan dari pukul 7 malam sampai pukul 2 pagi, dimana miki sama sekali tidak mendapatkan pendampingan
  3. Lembaga terkait seperti Kompolnas, PROPAM, Komnas HAM untuk menyelidiki kasus ini secara serius dan secepatnya karena ada indikasi kriminalisasi melihat kronologis fakta dilapangan yang tidak sesuai dengan tindak pidana yang dipersangkakan.

Demikian siaran pers ini, kami ucapkan terimakasih.

12 Agustus 2015

Hormat kami

LBH Keadilan Bogor Raya

Prasetyo Utomo, S.H.
Direktur Eksekutif